Tampilkan postingan dengan label Marriage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marriage. Tampilkan semua postingan

Selasa, 24 Januari 2012

When You Say Nothing At All

“Di balik senyuman seorang wanita, sebenarnya hatinya menangis.”
“Belahan jiwa adalah seorang yang dapat melihat kepedihan di balik senyuman terindah kita.”

Dan masih banyak lagi quotes bertema sama yang sering di-RT oleh para gadis-gadis di Twitter  (Bener kan girls hahahah)

Sementara itu, seorang pria pernah berkata, ia mungkin dapat menaklukkan dunia, sukses dalam pekerjaan, materi, pelayanan dan berbagai hal lain – tapi karena ia tidak dapat mengerti istrinya, hidup pernikahannya tetap terasa seperti di neraka.

Padahal, melihat quote-quote di atas yang sangat populer, sepertinya ‘anthem’ para wanita adalah “Pria idaman saya adalah pria yang mengerti saya!!” Yang setuju katakan AMIN!!! (bad news, guys)

Satu lagi quote yang menggambarkan pria idaman para wanita secara lebih spesifik: “Pria yang tepat adalah pria yang dapat mengerti tanpa kita perlu berkata-kata.” HELLOOOO cari pasangan hidup apa paranormal??

Akibat dari quote-quote tersebut, banyak wanita terbiasa menyembunyikan tangisannya, bersikap misterius dan menjawab “gpp” ketika sedang ada apa-apa.

Memang banyak quote tersebut bagus, dan mengajarkan kita para wanita khususnya untuk gak manja -> jangan cengeng sama situasi, harus tetap tersenyum, tabah dan tegar menghadapi masa sulit, Setujuhhhhh.

Tapi bukan berarti wanita yang kuat adalah wanita yang PAKE TOPENG. Yuk mari adakan survey, apakah pria lebih tertarik pada wanita yang misterius? Pastinya banyak yang menjawab Ya. Tapi apakah pria senang membangun hubungan dengan wanita yang misterius? Pastinya banyak yang menjawab Tidak. Mengapa? Jawaban yang sangat gamblang: karena mereka jadi BINGUNG.

Relationship is already hard as it is – dari sananya, dengan 2 kepribadian yang beda, latar belakang yang beda, bahasa kasih dan cara berkomunikasi yang beda, yang namanya membangun hubungan itu emang udah susah. Gak perlu lagi dipersulit dengan menjadi sok-sok misterius, sok-sok tegar, sok-sok kuat. Itu cuma bikin frustrasi pasangan lo.

Seperti Raditya Dika menggambarkan dengan lucu di salah satu stand up comedynya – cewek itu, kalo ditanya, “Ada apa sih, kamu kok keliatan sedih?” pasti bakal menjawab, “Gak pa-pa.” Tapi, mukanya sedih banget macem kucing kesayangannya baru mati.
Kalo ditanya lagi, “Kenapa sih, kamu lagi sedih ya?”
Jawabannya, “Gak papa. Beneran, aku gak papa.”
Tapi ketika si cowok memutuskan untuk “sudahlah biarkan saja nanti juga baek sendiri”, si cewek langsung berpikir yang nggak-nggak, yang ujung-ujungnya adalah “kok dia gak peduli sama aku??”
Lalu keluarlah kata-kata ajaib itu, “Kamu gak pernah ngerti aku!”
Di tahap ini, kata Raditya Dika, lebih baik si cowok langsung.......... pura-pura mati.

Temans, dunia ini begitu sibuk mencekoki kita dengan stereotype bahwa wanita itu ingin dimengerti, sulit dimengerti dan tugas pria adalah mengerti. Akibatnya, kita begitu sibuk menjadi misterius sehingga kita kesulitan menjadi diri sendiri. Padahal, dalam membangun sebuah hubungan yang sehat dan benar, kita perlu belajar terbuka. Terbuka dengan apa yang kita rasakan, terbuka dengan apa yang kita inginkan, apa yang kita harapkan. Namun keterbukaan itu seringkali tidak terjadi karena berbagai alasan dan kepercayaan yang salah.

Berikut adalah alasan-alasan yang kita sering sebutin, dan hal-hal yang sebenarnya terjadi ketika kita tidak terbuka:

#1
Alasan: Kalau dia cowok kita, harusnya dia dah ngerti dong apa yang kita mau tanpa dikasitau!

Yang terjadi: Kita sedang mengajari para pria membentuk “pola asumsi” – karena kita tidak terbuka tapi kita mengharap pria secara ajaib tahu apa yang ada dalam kepala dan hati kita, kemudian melakukan sesuatu yang kita ingin mereka lakukan: misalnya, saat kita dengan wajah galau bilang “gpp”, sebenernya dalam hati kita lagi mengucap mantra “ayo dong hibur gue, gw lagi ngerasa minder nih, ayo dong puji gue, bilang gue cantik kek, apa kek” yang tak kunjung sampai karena emang gak ada yang namanya telepati. Kita berdalih, “kita kan lagi mengajar si cowok untuk ngertiin kita!”

HELLOOOOO!!! Ketika si cowok akhirnya bertindak karena sudah frustrasi, dia melakukannya atas dasar ASUMSI!

“Kayanya dia lagi galau nih, mungkin kucingnya mati. Gue beliin bunga deh.” – diterima dengan senyum sumringah.
“Kayanya dia lagi galau, mungkin lagi pengen makan enak. Gue traktir di resto deh.” – kembali sukses.
“Kayanya dia lagi galau, ngeliatin tangannya mulu. Mungkin dia pengen pake perhiasan. Gue beliin deh.” – BINGO!

Alhasil, si cowok pun yakin uang adalah jawaban untuk semua sepak terjang wanita yang ajaib-ajaib itu – padahal wanita sebenernya cuma butuh didengarkan. Tapi kadang emang wanitanya juga yang ga jelas. Pengen didenger tapi gak mau ngomong.

****Bayangin kalo kita ke dokter, dokternya nanya “keluhannya apa?” trus kita jawab “gak ada apa-apa sih dok,” – trus karena muka kita keliatan sedih, akhirnya dokter kasih kita obat sakit kepala... padahal kita sakit perut.

#2
Alasan: Kan lagi mengajar si cowok untuk inisiatif! Kan gue malu kalo dengan gamblang bilang, “hibur gue dong!”

Yang terjadi: Kita sedang memanipulasi para pria untuk ujung-ujungnya melakukan apa yang kita mau. Muka kita yang cemberut aja udah membuat mereka kecil hati – ditambah dengan tangisan; yang makin membuat mereka stress. Dibumbui dengan kata-kata penuduhan seperti, “kamu udah beda ama dulu! Kamu ga sayang aku lagi!” Makin membuat si pria frustrasi dan akhirnya mau melakukan apapun untuk membuat kita tersenyum kembali.

Temans, manipulasi itu dosa lohh. Itu, kalo bahasa Amsal: “Merencanakan tipu muslihat”. Bahaya ituuuu.

Dan mungkin kita bilang, “ahh terlalu berlebihan, gue gak begitu kokkk.” – Silahkan introspeksi diri, jangan-jangan sekarangpun kamu sudah bertopeng?

#3
Alasan: Kita kan melindungi hati kita daripada disakiti. Kalau kita terlalu terbuka dan mempercayakan seluruh hati dan perasaan kita ke dia, gimana kalo nanti dia nyakitin kitaa???

Yang terjadi: Kita sedang bersikap egois dan sombong. Ketika kita menutupi perasaan kita dan ujung-ujungnya jadi ngambek pada cowok yang tidak mengerti, itulah betapa egois dan sombongnya kita. Padahal kita sendiri yang terlalu sombong untuk bilang, “gue butuh dihibur nihhh” dan malahan dalam hati ada perkataan, “Ya udah! Emangnya gue ga bisa sendiri tanpa elo? Emang cuma Tuhan yang bisa ngerti gue!”

........ “Kawin aja ama Tuhan sono!”

Betapa berdosanya kita ketika, mungkin bukan hanya dengan perkataan, tapi dengan tindakan dan sikap tubuh kita, kita menghakimi, menuduh dan mengintimidasi pria.

*Dengan perkataan: “Ya udah kalo kamu gak mau temenin aku, gpp kok aku juga bisa sendiri.”
*Dengan sikap tubuh: *dingin* *tanpa senyum* *buang muka* *balik badan*

Ingat, pernikahan adalah bunuh diri, bukan gengsi-gengsian.

#4
Alasan: Kita sedang membangun diri kita untuk tidak manja dan tidak tergantung orang lain. Gak mau egois dengan minta ini-itu.

Yang terjadi: Kita sedang tidak jujur dengan diri sendiri. Terbiasa mengatakan, “Saya kuat, saya tidak perlu menunjukkan bahwa saya lemah” – adalah sikap yang akan berujung pada tidak mengandalkan Tuhan.

Pura-pura kuat, pura-pura bisa sendiri, pura-pura tegar pada akhirnya akan membuat kita lelah, dan dengan dramatis kita bilang ke Tuhan, “Tuhan, aku dah ga mampu menanggung ini semua, aku dah gak mampu menanggung sendiri!” – padahal mungkin Tuhan mo ngomong, dari awal siapa yang suruh lo tanggung sendiri?

Intinya, gue cuman mo bilang, jujurlah dengan diri lo sendiri, jujurlah dengan pasangan lo. Kalo elo belum punya pasangan, mulailah dari sekarang latih diri lo untuk jujur. Lepaslah topeng-topeng yang lo pake untuk membentuk imej “wanita kuat” – karena wanita yang menangis belum tentu wanita yang lemah. Pada siapa lo harus tampil jujur? Pada semua orang. Gak pernah ada alasan untuk tampil gak jujur dan bertopeng. Who do you wanna impress?

After all, men like genuine women. Wanita-wanita yang apa adanya dan bukan ada apanya. And I’m not saying it’s gonna be easy – been there, done that. Betapa banyaknya konflik yang terjadi selama masa pra nikah gue karena gue adalah orang yang sok kuat, egois, dan manipulator. Seringkali gue sendiri yang membakar jembatan komunikasi itu dengan ngambek-ngambeknya gue, dan gue frustrasi sendiri ketika sebenernya all I really wanted is to say that I care, dan gue cuma butuh didengar. Tapi gue terlalu sombong untuk mengatakannya.

So I repented and changed my ways, dan ketika gue lepas topeng gue serta bisa terbuka 100 persen, I feel FREE. Free to be who I am and free to say what I want. Kata-kata simple seperti “temenin aku dong” atau “dengerin aku dong” atau “aku sedih nih” sudah memerdekakan gue. Ada jaminan 100% gak bakal sakit? Gak ada. After all, we’re only human, right? Manusia bisa mematahkan hati kita, tapi Tuhan bisa membalutnya. Jadi, ibaratnya orang ga takut masuk RS karena punya asuransi, kita juga ga perlu takut sakit hati karena ada Bapa di surga yang mengasihi kita no matter what!

Jadi, stop bilang “terserah” ketika ditanya “kamu maunya apa?”

Dan stop pura-pura tersenyum saat lagi tertekan :)

PS: Jangan dengerin lagu “When you say nothing at all-nya Ronan Keating :)

Minggu, 06 Februari 2011

Marriage 102: Life Witness

Why is it, do you think, that people get married?
Because we need a witness to our lives.
I mean, there’s a billion people on the planet.
What does any one life really mean?

But in a marriage, you’re promising
To care about everything –
The good things, the bad things,
The terrible things, the mundane things..
All of it.
All the time, everyday.

You’re saying,
“Your life will not go unnoticed,
Because I will notice it.
Your life will not go unwitnessed,
Because I will be your witness.”

~ Susan Sarandon in “Shall We Dance?” ~

Pernahkah membayangkan hidup tanpa menikah, tanpa keluarga? Hanya sendiri di dunia, sampai masa tua? Di hari pemakaman, apa yang akan orang katakan tentang hidup kita?

“Dia orang yang pintar, selalu punya banyak ide.”

“Dia orangnya setia, dia memegang apa yang dia katakan.”

“Dia orang yang selalu gigih dan pantang menyerah.”

Cukup bagus, tapi semua itu adalah apa yang dilihat dari luar, dari jauh. Dari orang-orang yang sekali-sekali bertemu. Dan saat hari pemakaman itu berlalu, tidak ada yang tahu pasti hal-hal yang terdalam dan intim tentang kita. Bagaimana kita saat menghadapi masalah? Apa kebiasaan kita di malam hari sebelum tidur? Apa film dan lagu favorit kita? Apa kebodohan yang pernah kita lakuin, dan apa cita-cita yang tersembunyi yang ga pernah tercapai?

Dengan kata lain, hidup berlalu begitu saja, tanpa ada yang mengetahui diri kita yang sesungguhnya.Itulah yang digambarkan si Susan Sarandon dalam kata-kata di atas. Apa sih arti dari hidup seorang manusia? Sia-sia, kata Pengkhotbah. Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada (Pengkh 1:4). Orang-orang terkenal, yang berhasil mengukir sejarah dan diingat sampai berabad-abad, hanyalah sepersekian dari 6 milyar orang yang hidup di bumi pada masa ini. Bagaimana dengan orang-orang yang biasa-biasa saja seperti kita? Satu pribadi yang hidupnya ga berdampak buat banyak orang dan akan dilupakan ketika kita meninggalkan dunia.

Yang membuat perbedaan, adalah ketika kita MENIKAH. Inilah yang menjadi salah satu prinsip dari pernikahan gue saat ini. Dengan menikah, gue menyatakan bahwa hidup pasangan gue gak akan berlalu begitu saja tanpa ada orang yang mengenali siapa dia sesungguhnya. Hidupnya gak akan dilupakan semudah itu, karena ada gue yang menjadi saksi buat hidupnya. Gue yang menjadi saksi saat dia bergumul, saat dia lemah, saat dia jatuh, saat dia berjuang, saat dia bangkit lagi, saat dia menang. Gue menjadi saksi kebodohan-kebodohan dan kebiasaan anehnya. Gue menjadi saksi karakternya yang buruk, dan gue menjadi saksi saat dia berubah menjadi lebih baik. Begitu juga dia terhadap gue. Sekarang gue yakin, ketika gue gak ada, atau bahkan ketika gue masih ada dan orang meragukan siapa diri gue sesungguhnya, gue gak perlu kuatir. Ada dia, saksi hidup gue.

Bagaimana caranya menjadi seorang ‘life witness’? Tidak semudah “berada di TKP pada saat kejadian berlangsung”. Bukan hanya sekedar itu. Kamu harus PEDULI. Peduli akan hal-hal yang baik, hal-hal yang buruk, hal-hal yang terburuk, bahkan hal-hal yang rutin dan membosankan dan tidak menarik. Peduli dengan pergumulan dan situasi keuangan terburuk yang dialami suamimu, menjadi kekuatan baginya dan mau bersama mencari solusinya – bukannya menyalahkan dan lari dari masalah. Peduli dengan hal-hal sederhana yang menjadi keunikannya – bahwa dia tidak suka nasi uduk dan emping, misalnya. Peduli dengan apa yang ingin dia ceritakan tentang pekerjaannya – seberapapun membosankan hal itu.

Kalau kamu sungguh-sungguh dengan janji nikahmu, semua ini gak akan sulit buatmu. Karena dalam janji nikahmu terkandung semua esensi dari pernikahan – untuk selalu bersama-sama, untuk selalu peduli akan segala hal yang terjadi, entah itu hal yang besar seperti memutuskan rumah mana yang ingin dibeli, atau ketika anak sakit parah dan dirawat di rumah sakit, sampai hal yang sepele seperti siapa yang akan membuang sampah, dan bagaimana sebaiknya cara menaruh odol yang baik. Jika di masa singlemu kamu melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus memikirkan pendapat orang lain, maka sebaiknya kamu mulai membiasakan diri untuk membuka ruang untuk orang lain peduli akan hidupmu, dan dalam segala sesuatu. Bukan yang penting-penting saja yang kau ijinkan pasanganmu berperan. Tapi sampai ke hal pribadi dan sederhana, serta hal-hal yang kau tidak nyaman membicarakannya. That’s marriage!

Mengetahui bahwa hidupmu berarti bagi orang lain, adalah kekuatan yang membuat engkau terus berjuang dan berharap.

“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” ~Matius 19:6~



Jumat, 04 Februari 2011

Marriage 101: Expect The Expected

Yap betul sekali, bukan expect the unexpected. Kenapa?? Karena kadang kita membuat harapan yang palsu dan muluk-muluk soal pernikahan. Contoh? "Hmm, gak apa-apalah sekarang ga bisa masak, nanti kalo udah nikah juga bisa." Atau, "Gak apa-apalah kalo sekarang dia kerjaannya nonton TV mulu, nanti kalo udah nikah juga nggak."

You know what? Semua itu adalah reasoning-nya kamu untuk melakukan pembenaran terhadap hal-hal yang sebenarnya kamu gak suka dari pasanganmu. Well, semua itu memang wajar-wajar saja dan memang biasa terjadi. Tapiiiii, semua itu membuat gambaran kita tentang pernikahan jadi BLUR. (baca: buram, cenderung mengawang-awang, gak nginjak bumi, dan dengan sedikit sentuhan kartunis, berwarna-warna indah dengan binatang-binatang yang menari dan bernyanyi sementara kamu dan pasanganmu berdansa dan berbaju indah)

Well guess what: NO SURPRISE!!! Yang artinya, apa yang terjadi di kehidupan sebelum nikah akan terjadi juga di kehidupan setelah nikah. Kalo dulu dia males, setelah nikah juga dia males! Kalo dulu dia gak bisa masak, dia gak akan magically langsung bisa masak setelah nikah!

Itu contoh-contoh yang biasa-biasa aja. Tapi what makes me sad is, kadang ada orang-orang yang punya reasoning yang jauh lebih dalam dari itu.

"Setelah nikah, dia gak akan ngelirik cewek lain." Teman, kalo dia ga menganggap kamulah satu-satunya sejak masa pranikah, kamu gak akan dengan instant jadi satu-satunya wanita dalam hidupnya setelah nikah.

"Setelah nikah, dia gak akan marah-marah sambil membanting barang lagi." Teman, lebih baik jangan ada barang pecah belah dalam perabot rumah tanggamu.

"Setelah nikah, dia pasti akan sayang sama Mamaku dan ga akan memaksa aku memilih antara dia dan Mama." Teman, setelah nikah dia masih tetap akan memaksamu memilih antara dia dan Mama. Sayangnya, setelah nikah kamu harus memilih dia dan kalau dia menjadikan itu sebagai senjatanya, lebih baik kamu say good-bye dulu sama masakan Mamamu yang tiada duanya.

"Setelah nikah, dia gak akan merendahkan dan membentak-bentak aku dengan kata-kata kasar lagi. Apalagi setelah aku mengandung anaknya." Teman, kalau sebelum nikah aja dia gak bisa menghargai kamu, jangan harap dia akan tiba-tiba menghargai kamu dan ga lagi menuntut ini itu dari kamu, apalagi setelah dia tau kekuranganmu yang berikutnya: bahwa kentutmu bau. (contoh dari berbagai kelemahan yang baru terbuka setelah nikah). Dan gimana kalo kamu ternyata ga bisa kasih dia anak laki-laki seperti yang dia mau?

"Setelah nikah, dia gak akan mengungkit yang lalu-lalu lagi waktu kita lagi konflik. Setelah nikah kan lembaran yang baru? Pastinya dia gak akan ngeluarin lagi kartu-kartu mati gue yang dia pegang itu. Mungkin bahkan kita gak akan sering konflik seperti sekarang setelah nikah." Teman, ada begitu banyak hal yang bisa jadi pemicu konflik setelah nikah. Dan lebih banyak lagi kartu-kartumu yang akan dia gunakan sebagai senjata.

"Setelah nikah, dia gak akan cemburuan dan melarang aku pergi sama teman-temanku lagi," Teman, sebaiknya kamu siap-siap beli binatang peliharaan untuk menemanimu.

"Setelah nikah, dia pasti akan mau mengikuti gaya hidup aku yang sederhana. Gak ada pilihan lain kan?" Teman, selalu ada pilihan. Kalau dari sebelum nikah dia sudah bilang gak mau hidup susah, hmmm, she might have to learn it the hard way. Dan itupun gak menjamin dia akan bertahan.

"Setelah nikah, dia gak akan membohongi aku lagi dan gak akan berselingkuh lagi." Teman, it is your choice. Gak ada kepastian akan hal itu, dan kalau dia kembali berselingkuh, itu SALIB YANG HARUS KAMU PIKUL.

What I'm saying is, mengapa banyak dari kita adalah orang-orang bodoh yang membohongi diri sendiri dengan begitu banyak pembenaran, penghiburan dari rasa tertekan kita? Mengapa banyak dari kita terus menerus berkata, "Dia akan jadi orang yang berbeda setelah nikah, seperti aku juga akan jadi orang yang berbeda setelah nikah." Kenyataannya, kita (dan mudah-mudahan dia) akan menjadi orang yang berbeda, kira-kira dua tahun, lima tahun, atau sepuluh tahun setelah menikah. Setelah kita melewati masa-masa penuh kekecewaan, sakit hati, kesedihan, kemarahan, keputusasaan.

Dan ternyata setelah sekian lama waktu berlalu, mungkin kita tetap tidak berubah. Yang berubah adalah cara berpikir kita. Pasrah karena sudah tidak ada yang bisa dilakukan, menerima karena memang harus diterima. Dan pada saat itu, mungkin hubungan kita sudah menjadi dingin, dan hari-hari dijalani seperti tidak ada lagi kepercayaan dan pengharapan.

Bukannya mau bilang bahwa orang gak bisa berubah. BISA BANGET. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau kita tidak memulai dengan awal yang salah. Alangkah lebih baiknya kalau dari awal, kita berhenti membohongi diri sendiri dan bertanya, "Kalau dia tidak berubah sampai selama-lamanya, siapkah saya hidup dengan itu (baca: kemalasannya, kecemburuannya, kebiasaannya selingkuh, dll)?"

Kalau jawabannya tidak, jangan coba untuk melangkah lebih jauh.
Kalau jawabannya ya, ingatlah bahwa itu salib yang harus kau pikul.
Daaannn, jangan pernah berpikir bahwa kamu sedang memberinya kesempatan kedua saat kamu menikahinya. Tidak akan pernah ada kesempatan ketiga dan seterusnya. Turn your back on him/her now, OR NEVER.


Teman, saya bukan orang yang sempurna. Saya mengecewakan dan tidak dapat memenuhi pengharapan suami saya. Tapi saya tahu dia mengasihi saya dan sudah memutuskan untuk hidup bersama saya walau saya tidak berubah sampai selama-lamanya.

Yang menarik dari hal ini adalah, karena saya tahu hal itu, saya jadi ingin berubah. Saya ingin berusaha, walaupun sulit, karena saya mengasihinya dan ingin menyenangkan hatinya. Kelemahan saya tidak pernah menjadi konflik di antara kami karena saya tahu dia tidak menuntut. Saya ingin berubah karena itu adalah bukti bahwa saya mengasihi dia, dan karena dia berkata,

"Saya mau menjadi saksi hidup bahwa kamu bisa berubah dan saya mau menjadi saksi mengenai bagaimana kamu berubah."

More on that later.