Jumat, 04 Februari 2011

Marriage 101: Expect The Expected

Yap betul sekali, bukan expect the unexpected. Kenapa?? Karena kadang kita membuat harapan yang palsu dan muluk-muluk soal pernikahan. Contoh? "Hmm, gak apa-apalah sekarang ga bisa masak, nanti kalo udah nikah juga bisa." Atau, "Gak apa-apalah kalo sekarang dia kerjaannya nonton TV mulu, nanti kalo udah nikah juga nggak."

You know what? Semua itu adalah reasoning-nya kamu untuk melakukan pembenaran terhadap hal-hal yang sebenarnya kamu gak suka dari pasanganmu. Well, semua itu memang wajar-wajar saja dan memang biasa terjadi. Tapiiiii, semua itu membuat gambaran kita tentang pernikahan jadi BLUR. (baca: buram, cenderung mengawang-awang, gak nginjak bumi, dan dengan sedikit sentuhan kartunis, berwarna-warna indah dengan binatang-binatang yang menari dan bernyanyi sementara kamu dan pasanganmu berdansa dan berbaju indah)

Well guess what: NO SURPRISE!!! Yang artinya, apa yang terjadi di kehidupan sebelum nikah akan terjadi juga di kehidupan setelah nikah. Kalo dulu dia males, setelah nikah juga dia males! Kalo dulu dia gak bisa masak, dia gak akan magically langsung bisa masak setelah nikah!

Itu contoh-contoh yang biasa-biasa aja. Tapi what makes me sad is, kadang ada orang-orang yang punya reasoning yang jauh lebih dalam dari itu.

"Setelah nikah, dia gak akan ngelirik cewek lain." Teman, kalo dia ga menganggap kamulah satu-satunya sejak masa pranikah, kamu gak akan dengan instant jadi satu-satunya wanita dalam hidupnya setelah nikah.

"Setelah nikah, dia gak akan marah-marah sambil membanting barang lagi." Teman, lebih baik jangan ada barang pecah belah dalam perabot rumah tanggamu.

"Setelah nikah, dia pasti akan sayang sama Mamaku dan ga akan memaksa aku memilih antara dia dan Mama." Teman, setelah nikah dia masih tetap akan memaksamu memilih antara dia dan Mama. Sayangnya, setelah nikah kamu harus memilih dia dan kalau dia menjadikan itu sebagai senjatanya, lebih baik kamu say good-bye dulu sama masakan Mamamu yang tiada duanya.

"Setelah nikah, dia gak akan merendahkan dan membentak-bentak aku dengan kata-kata kasar lagi. Apalagi setelah aku mengandung anaknya." Teman, kalau sebelum nikah aja dia gak bisa menghargai kamu, jangan harap dia akan tiba-tiba menghargai kamu dan ga lagi menuntut ini itu dari kamu, apalagi setelah dia tau kekuranganmu yang berikutnya: bahwa kentutmu bau. (contoh dari berbagai kelemahan yang baru terbuka setelah nikah). Dan gimana kalo kamu ternyata ga bisa kasih dia anak laki-laki seperti yang dia mau?

"Setelah nikah, dia gak akan mengungkit yang lalu-lalu lagi waktu kita lagi konflik. Setelah nikah kan lembaran yang baru? Pastinya dia gak akan ngeluarin lagi kartu-kartu mati gue yang dia pegang itu. Mungkin bahkan kita gak akan sering konflik seperti sekarang setelah nikah." Teman, ada begitu banyak hal yang bisa jadi pemicu konflik setelah nikah. Dan lebih banyak lagi kartu-kartumu yang akan dia gunakan sebagai senjata.

"Setelah nikah, dia gak akan cemburuan dan melarang aku pergi sama teman-temanku lagi," Teman, sebaiknya kamu siap-siap beli binatang peliharaan untuk menemanimu.

"Setelah nikah, dia pasti akan mau mengikuti gaya hidup aku yang sederhana. Gak ada pilihan lain kan?" Teman, selalu ada pilihan. Kalau dari sebelum nikah dia sudah bilang gak mau hidup susah, hmmm, she might have to learn it the hard way. Dan itupun gak menjamin dia akan bertahan.

"Setelah nikah, dia gak akan membohongi aku lagi dan gak akan berselingkuh lagi." Teman, it is your choice. Gak ada kepastian akan hal itu, dan kalau dia kembali berselingkuh, itu SALIB YANG HARUS KAMU PIKUL.

What I'm saying is, mengapa banyak dari kita adalah orang-orang bodoh yang membohongi diri sendiri dengan begitu banyak pembenaran, penghiburan dari rasa tertekan kita? Mengapa banyak dari kita terus menerus berkata, "Dia akan jadi orang yang berbeda setelah nikah, seperti aku juga akan jadi orang yang berbeda setelah nikah." Kenyataannya, kita (dan mudah-mudahan dia) akan menjadi orang yang berbeda, kira-kira dua tahun, lima tahun, atau sepuluh tahun setelah menikah. Setelah kita melewati masa-masa penuh kekecewaan, sakit hati, kesedihan, kemarahan, keputusasaan.

Dan ternyata setelah sekian lama waktu berlalu, mungkin kita tetap tidak berubah. Yang berubah adalah cara berpikir kita. Pasrah karena sudah tidak ada yang bisa dilakukan, menerima karena memang harus diterima. Dan pada saat itu, mungkin hubungan kita sudah menjadi dingin, dan hari-hari dijalani seperti tidak ada lagi kepercayaan dan pengharapan.

Bukannya mau bilang bahwa orang gak bisa berubah. BISA BANGET. Tapi, alangkah lebih baiknya kalau kita tidak memulai dengan awal yang salah. Alangkah lebih baiknya kalau dari awal, kita berhenti membohongi diri sendiri dan bertanya, "Kalau dia tidak berubah sampai selama-lamanya, siapkah saya hidup dengan itu (baca: kemalasannya, kecemburuannya, kebiasaannya selingkuh, dll)?"

Kalau jawabannya tidak, jangan coba untuk melangkah lebih jauh.
Kalau jawabannya ya, ingatlah bahwa itu salib yang harus kau pikul.
Daaannn, jangan pernah berpikir bahwa kamu sedang memberinya kesempatan kedua saat kamu menikahinya. Tidak akan pernah ada kesempatan ketiga dan seterusnya. Turn your back on him/her now, OR NEVER.


Teman, saya bukan orang yang sempurna. Saya mengecewakan dan tidak dapat memenuhi pengharapan suami saya. Tapi saya tahu dia mengasihi saya dan sudah memutuskan untuk hidup bersama saya walau saya tidak berubah sampai selama-lamanya.

Yang menarik dari hal ini adalah, karena saya tahu hal itu, saya jadi ingin berubah. Saya ingin berusaha, walaupun sulit, karena saya mengasihinya dan ingin menyenangkan hatinya. Kelemahan saya tidak pernah menjadi konflik di antara kami karena saya tahu dia tidak menuntut. Saya ingin berubah karena itu adalah bukti bahwa saya mengasihi dia, dan karena dia berkata,

"Saya mau menjadi saksi hidup bahwa kamu bisa berubah dan saya mau menjadi saksi mengenai bagaimana kamu berubah."

More on that later.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar