Rabu, 06 Oktober 2010

Kisah Si Wanita Bodoh (2). Relationship, Part 8

(Bagi yang belum baca Kisah Si Wanita Bodoh (1), baca dulu ya)

Ai membolak-balik undangan berwarna keemasan di tangannya. Sederhana, namun cukup elegan. Ia kembali membaca nama yang tertera di sana. Roy dan Maya.

Pikiran Ai kembali ke 9 tahun yang lalu. Kenangan yang menyakitkan sekaligus menghangatkan hati. Menyakitkan, jika mengingat rasa hatinya saat itu. Menghangatkan, karena Ai tahu bahwa apa yang terjadi saat itu berperan besar dalam membuat Ai jadi seperti sekarang. Wanita yang utuh dan bahagia.

Hari itu, Ai memutuskan untuk taat walau Ai tidak mengerti sepenuhnya. Ia memutuskan untuk menyerahkan masa depannya pada Tuhan dan melepaskan keinginan hatinya.

Percakapan telepon itu sangat menyayat hati. Ai menangis. Roy juga. Ai berterima kasih untuk kesempatannya boleh mengenal Roy lebih dekat. Tapi Ai tidak ingin mengikat Roy lagi dengan perasaannya, membuat Roy tidak bisa berfokus pada proses Tuhan buat hidupnya sebagai pria. Roy masih berusaha meyakinkan Ai bahwa Ai sama sekali bukan hambatan bagi hidupnya. Bahwa Roy masih dan akan selalu menyayangi Ai. Bahwa Roy tidak mau kehilangan Ai.

Tapi hari itu Ai memantapkan hatinya. Ai melepaskan Roy dan perasaannya padanya. Ai tahu ia akan merindukan Roy dan perhatiannya, dan persahabatan mereka. Tapi Ai mau berserah pada Bapa di Surga. Ia ingin dibentuk menjadi wanita yang utuh dan sempurna terlebih dahulu sebelum nantinya ia akan menjadi pendamping bagi seseorang yang diciptakan Tuhan untuknya. Mungkin itu Roy. Mungkin juga bukan. Ai berserah.

Hari-hari berikutnya sangat berat bagi Ai. Adakalanya Roy tiba-tiba mengirimkan sms, mengatakan ia masih menyayangi Ai. Tapi Ai tidak bergeming. Ia ingin tetap bertahan pada keputusannya, dan berharap Roy akan mengerti dan menerima keputusan Ai. Kemudian Roy menjauhinya dan seakan-akan menjadi orang yang berbeda. Ai telah sangat menyakiti hati Roy sehingga sepertinya Roy terluka hanya dengan melihat Ai. Roy tidak tahu, hati Ai juga sakit. Tapi Ai tahu bahwa hanya Tuhan yang bisa membalut luka hatinya.

Berbulan-bulan berlalu, dan akhirnya Ai mengerti sepenuhnya apa maksud kakak pembinanya, dan apa maksud Tuhan buat hidup Ai. Ai menyadari bahwa selama ini ia belum benar-benar mengenal Roy, dan Roy yang ia kenal bukanlah yang Ai butuhkan untuk menjadi pasangan hidupnya. Lewat hubungannya dengan Roy, Ai jadi mengerti pria seperti apa yang ia butuhkan.

Bertahun-tahun berlalu, dan Ai menaruh fokusnya pada proses pembentukan Tuhan untuk hidupnya. Ai memandang hanya kepada Bapa. Ai menikmati waktu-waktu yang tak tergantikan dengan sahabat-sahabatnya, yang dulu sempat menjauh karena Ai dekat dengan Roy. Ai menikmati masa kuliahnya, masa mudanya, dengan hati yang murni. Tentunya, sambil berdoa bahwa Tuhan akan membawa pria yang tepat ke hadapannya, yang bisa melengkapi dirinya 100%. Tidak kurang dan tidak kompromi. Ai percaya yang terbaik akan Tuhan berikan.

Dalam hatinya yang paling dalam, Ai juga terus berdoa untuk Roy. Ai berdoa, dimanapun Roy berada, Tuhan terus berurusan dengan hidup Roy, dan pada akhirnya akan mempertemukan Roy dengan tulang rusuknya. Ai berdoa Roy akan menjadi pria yang dewasa, yang utuh dan kuat bagi pasangannya nanti.

Dan hari ini akhirnya datang. Ai turut bersukacita untuk Roy, yang Ai tahu telah mengalami beberapa kali kegagalan dalam hubungan. Kali ini, dengan wanita dengan siapa ia akan bersanding, Ai berharap Roy akan menemukan kebahagiaan yang sejati.

Ai memasukkan undangan di tangannya kembali ke amplopnya. Ia bersyukur, hari itu ia mengambil keputusan yang tepat. Ia bersyukur, ia telah diberi kesempatan untuk belajar dan ia telah lulus dalam ujian. Hatinya lega dan puas, karena telah melihat sendiri kasih setia Tuhan dalam hidupnya. Dan, Tuhan tidak pernah tidak adil. Apa yang Ai keluhkan 9 tahun yang lalu, ‘ketidakadilan’ yang Ai rasakan itu, membuat Ai lebih kuat dan lebih dewasa.

Terdengar suara pintu dibuka. Langkah-langkah kaki mendekat. Ai tersenyum saat merasakan dirinya dipeluk oleh lengan kuat suami yang sangat dicintainya. Pria yang adalah yang terbaik untuknya. Bukti rencana dan pemeliharaan Tuhan yang digenapi dalam hidupnya.

To find the right man, you must first be the right woman.

1 komentar:

  1. i feel this should think about also what's the implication of this story in ma life

    BalasHapus