Di hari ulang tahun yang ke-25 ini gue merenung dan mencoba mengingat-ingat blue print gue. Harusnya sekarang ini gue udah mapan. Artinya, udah mantap dengan apa yang mau gue kerjakan dengan hidup gue. Dalam beberapa tahun ke depan gue harusnya sudah jadi orang sukses. Sipp!!
Tapi gue lalu mikir lagi, apa sih artinya jadi orang sukses? Hmmm.
Pas tadi siang ada temen yang bilang, "Hebat yah si ****, baru 30 tahun udah jadi dekan. Masi muda ud jadi org sukses."
Membuat gue jadi berpikir, apa itu berarti sukses tu diukur dari jabatan? Ato pendidikan? S2 ato S3? Ato materi? Punya banyak rumah dan mobil?
Manusia emang selalu butuh penghargaan. Akibatnya kita selalu berusaha mencari kesuksesan. Tapi, budaya kita lebih banyak mengajarkan dan mengarahkan untuk kita sukses di beberapa bidang tertentu saja, misalnya pekerjaan dan pendidikan. Bagaimana dengan bidang-bidang yang lain?
Gue menemukan bahwa bukan kesuksesan macam itu yang gue pengen. Bukan di satu aspek saja dalam hidup gue. Karena, orang yang sukses dalam bisnis atau pendidikan belum tentu juga berhasil dalam aspek-aspek lain hidupnya.
Gue, sebagai istri, sebagai ibu (nantinya), sebagai anak, sebagai kakak, sebagai sahabat, sebagai pekerja, dan sebagai-sebagai lainnya, punya segudang tanggung jawab. Dan tidak ada satu pun dari semua tanggung jawab itu yang bisa gue tawar-tawar. Gue ga bisa hanya berprestasi di pekerjaan tapi rumah gue kacau beliau. Dan gue gak bisa sukses menjaga kesehatan dan kecantikan, tapi ga peduli dengan kecerdasan emosional dan spiritual anak gue, atau hanya pentingin akademisnya aja.
All those responsibilities are parts of who I am. I can't be a full woman but a less mother, or a full businesswoman but a less daughter to my mother.
And yet I still have the options. Setiap orang bisa memilih 'orientasi'nya dalam hidup. Mau lebih dikenal sebagai apa? Fungsi mana yang mau diberi perhatian lebih?
Me, I want them all.
Jadi kuncinya adalah KESEIMBANGAN. Gue mau menaruh perhatian pada semua dan setiap tanggung jawab itu, sedetail mungkin dan sedalam mungkin, daripada menggunakan uang dan fasilitas yang ada untuk 'melepaskan diri' dari tanggung jawab yg gue malas lakukan, atau untuk memastikan gue ada di zona aman dan nyaman gue.
Mungkinkah bisa betul-betul seimbang? Mungkin tidak sekarang. Segala sesuatu ada waktunya dan ada hal-hal yang kita harus fokusi di masa-masa tertentu dalam hidup. Tapi gue mau tetep berusaha menyeimbangkan dengan sebaik mungkin. Supaya, mudah-mudahan, dalam waktu 20 tahun dari sekarang gue bisa melihat hidup gue mencapai 'full circle'.
Ga mau ada penyesalan, "Andai dulu gue lebih perhatian sama nyokap dan adek gue", atau "Andai gue ga terlalu banyak habisin waktu di kantor dan lebih banyak mencoba mengerti anak gue", dll. Gue mau, kalaupun pada akhirnya segala sesuatu tidak se-perfect yg gue mau, setidaknya gue udah berusaha yang terbaik.
Gue gak pengen dipuji dan dihargai banyak orang karena berhasil di (misalnya) pelayanan, tapi keluarga dan orang-orang terdekat gue dikecewakan oleh gue yang ga beri perhatian buat mereka.
Amsal 31:28 bilang tentang wanita yang bijak, "Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua."
Gue pengen orang-orang terdekat gue yang menyebut gue sukses, karena mereka yang tau seluruh aspek kehidupan gue, bukan hanya satu sisi saja. And that's what's important.
Karena hidup hanya sekali :)
~ Balance is the key of life. ~
Rabu, 29 September 2010
Bukan Benar Atau Benar - Relationship, part 7
"Bukan benar atau salah yang penting respon."
Membangun hubungan, dan pernikahan, adalah masa yang paling memberi gue banyak kesempatan untuk betul-betul mempelajari arti power statement di atas.
Selama gue bertumbuh, seringkali gue berantem dengan nyokap yang memang adalah ortu gue satu-satunya. Alhasil kita jadi sering berantem dan most of the time ngeributin hal-hal yang sepele cuma karena kita beda pendapat. Secara nyokap orangnya suka ga mau kalah, gue yang sering ngalah. Supaya konflik ga berlarut-larut dan berpanjang-panjang. Inti pembicaraannya, selalu sama-sama berusaha buktiin bahwa kita yang bener. Gue berusaha buktiin gue yang bener, dan nyokap juga sama.
Walopun akhirnya gue ngalah, tapi dalam hati gue selalu dengan pemikiran, "okay, whatever. Yang penting gue tahu gue bener." Dan tentunya, gue pun berusaha meminimalisasi keributan dgn sesedikit mungkin menghabiskan waktu berduaan dgn nyokap ataupun melibatkan dia dalam aktivitas-aktivitas gue.
Tapi ga bisa gitu kejadiannya dgn hubungan gue sm calon suami (yg sekarang ud jadi suami). He's 100% involved in everything I do, dan bukannya ga pernah kita beda pendapat ato beda interest.
Tapi there's something different with the way we resolve conflicts. Somehow lebih mudah dan ga pake tarik urat. Ga sama dgn pas gue berantem ama nyokap.
"Ya iyalah, dia kan pacarrr, bedalahh!! Lo kan sayang ama diaa!!"Apa itu berarti gue ga sayang ama nyokap gue? Kayanya ga dehhh... Dan lagi, believe me guys, setelah nikah rasanya elu sama pasangan lu itu seperti sahabat, temen, ato sodara. Biasa ajaaa, ga bergetar-getar gimanaa gitu. Dan banyak juga yang pacaran tapi berantemnya lebih heboh dari gue ama nyokap.
"Ya bedalahh, suami elo kan orangnya stabil, nyokap lo kan dominaan!!"Tapi di sini kejadiannya ga seperti yg elu org bayangkan: gue marah-marah, dia ngalah, gue dapetin apa yg gue mau, dia pasrah. Asli nggak kaya gitu.
Yang gue sadari adalah, ketika gue ribut sama dia, persoalannya BUKAN BENAR ATAU SALAH. Gue ga merasa perlu buktiin gue bener dan dia salah, karena kita dua-duanya bener. Koq bisa dua-duanya bener? Karena kita berdua sama-sama pengen yang terbaik buat kita, atau karena memang we're simply DIFFERENT. Kita punya cara yang berbeda dalam ngelakuin sesuatu atau memandang sesuatu, tapi ga ada yang salah dengan itu. I mean, kita emang beda kebiasaan ato cara naroh sikat gigi, dan sometimes itu jadi ribet, tapi it's not like gue ga mau sikat gigi or dia nyimpen sikat giginya di tempat sampah, yg baru bisa dibilang SALAH.
Yang gue sadarin adalah, I have his best interests at heart, and he does mine, too. Yang artinya, gue PEDULI dan memPRIORITASkan apa yg PENTING buat dia (not necessarily apa yg dia mau), karena gue mau kasi yang terbaik buat dia, karena gue sayang sama dia. Dan bener-bener jadinya ga penting buat gue mempertahankan 'kebenaran' gue, and it's very easy to give them up. Apalagi sampe 'ngambek', 'menyerang' dia dengan mengungkit hal yang lain-lain, or memarahi dia dengan kata-kata kasar, sama sekali ga terpikir di kepala gue. Tapi perlu diketahui juga, gue mengalahnya dengan sikap hati yang emang tulus, bukan seperti ketika gue ama nyokap, atau karena gue takut sama dia.
Jadi, kalo dia ga mo nemenin gue ke mall karena dia mo main basket, yg ga penting buat gue tapi penting buat dia, ga membuat dia jadi salah or jahat. Biasanya kalo kasus kaya gini kita jadinya malah ngalah-ngalahan. Dia rela ga main basket kalo menurut gue penting untuk ditemenin ke mall saat itu, dan gitu jg sebaliknya. Ada banyak hal yg gue belajar untuk 'let go', maksudnya ga semua hal harus sesuai cara dan maunya gue. Hanya hal-hal yang paling esensi aja yang harus bener-bener disepakati dan kita harus satu suara.
What I'm saying is, RESPON itu keluarnya dari HATI. Kalo elu bener-bener mengasihi orang itu dan ga pengen menyakiti dia, pasti ga akan susah untuk berkorban dan berespon benar. Anyway, menikah adalah BUNUH DIRI. Mati thd diri sendiri. If u realize and accept that, somehow it's easier to live with your spouse. Lagian, life's too short untuk dihabiskan dengan berantem kan?
Tapi kalo yang ada di hati lu adalah EGOIS, butuh pengakuan, butuh rasa berkuasa i.e. control freak, bakal susah tuh. Yang ada jadinya SALING MENYAKITI. Baik dengan kata-kata maupun dengan sikap (contoh: dingin/cuek, menghakimi). Dalam segala hal. Sesepele apapun. Imagine doing that and living in that kind of condition everyday for the next 50 years. You'd rather die. :)
So, mulailah dengan gak mengkotak-kotakkan segala sesuatu sebagai 'BENAR' atau 'SALAH'. Lanjutkan dengan HATI yang mengasihi tanpa syarat. Pasti akan tercipta RESPON yang benar.
Note: Walau pencerahan ini berhasil membantu gue untuk lebih positif terhadap nyokap, somehow ga semudah itu karena gue ga MATI buat nyokap (that's the difference between parent and spouse). Tapi gue sekarang menyadari bahwa ga da yang perlu dipertahankan dan ga da yang lebih 'benar'. We're simply different. I hope this knowledge will humble you as it did me.
Petuah Asmara Paling Dahsyat - Relationship, Part 6
Pada Bang Zaitun kami sampaikan rencana penjemputan Zakiah dan siasat menghadapi perempuan yang tengah dilanda bimbang. Bang Zaitun tercenung. Ia sedih karena teringat akan kisah cintanya yang bangkrut dan istri-istrinya yang minggat, matanya berair, tapi tetap saja sambil sedikit terisak, gigi palsu emas putihnya pun berkilau-kilau.
"Tak banyak yang bisa kubantu, Boi.." desahnya pasrah.
Kami diam menunggu.
"Pokoknya begini sajalah..."
Ia menerawang, menyarikan hikmah dari pengalaman buruknya.
"Jika kau berjumpa dengan Zakiah, tak perlulah banyak kata, Boi. Tak perlu banyak lagak, tak perlu bawa bunga segala. Cukup kautunjukkan raut muka bahwa kau bersedia menyuapinya nanti jika ia sakit, bersedia menggendongnya ke kamar mandi jika ia sudah renta tak mampu berjalan. Bahwa kau, dengan segenap hatimu, bersedia mengatakan di depannya betapa jelitanya ia, meski wajahnya sudah keriput seperti jeruk purut, dan kau bersedia tetap berada di situ, tak kemana-mana, di sampingnya selalu, selama empat puluh tahun sekalipun..."
Kawan, di antara riuh rendahnya ayam kawin, aku terkesima menyimak semua itu. Ini adalah petuah asmara paling dahsyat yang pernah kudengar seumur hidupku.
~Andrea Hirata, Maryamah Karpov~
Pria-pria, bisakah kau bayangkan raut muka bagaimana yang seperti itu?
Menurutku, hanya ada segelintir pria baik yang menunjukkan kesungguhan seperti demikian ketika mengajukan diri untuk menjadi seorang pasangan hidup bagi wanita a.k.a nembak.
Kebanyakan, hadir dengan menawarkan hal-hal yang lain. Ada yang bilang, "Nembak cewek ga cukup pake senyum doang. Minimal, butuh sertifikat rumah dan deposito."
Ada yang beranggapan, asalkan dirinya cukup tampan dan kekar, sedikit talented, bisa membuat bangga sang wanita, sudah cukup.
Sebagian pria juga berpikir, yang wanita butuhkan hanya perasaan disayang dan diperhatikan. Asal setiap hari diperhatikan dan disayang, tak perlu banyak-banyak embel-embel ini dan itu, sudah bisa membahagiakan wanita. Apalagi dengan sedikit tindakan heroik dan janji-janji manis, "Aku pasti jaga kamu selalu." Praktis. Tak perlu punya uang banyak atau pekerjaan yang mapan. Biarpun uang buat traktir si dia nonton masih minta sama nyokap, yang penting dia bahagia.
Tahukah kau, hai pria-pria, bahwa 'nembak' bukan hanya sekedar mengucap kata dan mempresentasikan keberhasilanmu, fisik, materi, maupun prestasi?
Ketika kau 'nembak', kau sedang meminta seorang wanita untuk memberikan sebagian hatinya kepadamu. Kalau kau rakus, kau minta seluruhnya. Padahal, bagi seorang wanita gak mudah untuk bisa memberikan hatinya begitu saja.
Ketika kau 'nembak', akibatnya terhadap si wanita tidak bisa dibandingkan dengan mencoba baju yang kalau sudah tidak cocok bisa ditaruh kembali ke dalam lemari. Si baju, seandainya bisa merasa, mungkin merasa dirinya second. Apalagi si wanita?? Bukan sekedar reputasi yang lagi kita bicarakan di sini, teman-teman. It's about the heart.
Ketika kau 'nembak', kau sebetulnya bertanggung jawab akan wanita itu sekarang dan selamanya seperti Adam bertanggung jawab terhadap Hawa, seakan-akan tidak ada lagi makhluk yang mampu menjaga dan melindungi makhluk halus bernama perempuan ini. (Walaupun, beberapa orang bilang, "Dogs are the most loyal animal. Men are nothing compared to them." Teman, buktikan pepatah itu salah.)
Ketika kau 'nembak', kau memberikan dirimu untuk menjadi satu-satunya Adam buat dirinya seperti kau menuntut dia untuk menjadi satu-satunya Hawa untuk dirimu. Dan hanya kau yang bisa dia andalkan, harapkan, percayai seratus persen, untuk dia bisa memberikan seluruh hatinya dan mempercayakan seluruh hidupnya kepadamu.
Itu sebabnya, wanita perlu waktu untuk bisa dibentuk dan dipersiapkan oleh Bapa, supaya sempurna jadi Hawa-mu. Wanita perlu membenahi dirinya sendiri dulu sebelum bisa menjadi penolong yang sepadan untukmu. Semua itu bukan urusanmu, tapi urusan Bapa. Pada waktuNya, Ia akan menyatakan wanita ini siap dan memberikannya untukmu.
Jadi, kalau kau sudah 'nembak' sebelum waktunya?
Kau sedang mencuri apa yang bukan hakmu. Kau sedang mencoba mencuri waktu berharganya untuk dibentuk oleh Tuhan, dan kau akan mendapat Hawa yang belum 'best quality'. Karena kau tidak sabar.
Darimana kau bisa tahu kalau waktunya sudah tepat?
Bukan dengan menilai apakah wanita itu sudah cocok untukmu. Bukan dengan berpikir kau sudah bisa membuatnya bangga dan senang jadi pasanganmu. Bukan dengan menguji apakah wanita itu membalas perhatian-perhatian kecil yang kau lemparkan padanya sebagai 'coba-coba'. Ketika ia membalas perhatianmu, barulah kau akan 'nembak' karena yakin tak akan ditolak.
Sekali lagi, ketika kau memperhatikan dia, kau sedang meminta dia untuk mempercayaimu.
Dan ketika seorang wanita percaya sepenuhnya kepadamu, ia mengharapkanmu untuk "bersedia menyuapinya nanti jika ia sakit, bersedia menggendongnya ke kamar mandi jika ia sudah renta tak mampu berjalan. Bahwa kau, dengan segenap hatimu, bersedia mengatakan di depannya betapa jelitanya ia, meski wajahnya sudah keriput seperti jeruk purut, dan kau bersedia tetap berada di situ, tak kemana-mana, di sampingnya selalu, selama empat puluh tahun sekalipun."
Lebih dari ia mengharapkan fisik dan materimu.
Lebih dari ia mengharapkan perhatian dan janji manismu.
Lebih dari ia mengharapkan sentuhan dan pelukanmu.
Lebih dari ia 'suka' padamu, ia butuh kau untuk bisa ia 'ikuti'.
Teman, kau perlu melihat jauh ke depan. Bagaimana kau akan bisa menyuapinya nanti jika sekarang saja kau marah apabila ia tidak membuatkan kopi sesuai kemauanmu?
Bagaimana kau dapat mengatakan betapa jelitanya ia saat ia sudah keriput, apabila satu-satunya alasanmu untuk 'nembak' dia saat ini adalah karena dia cantik?
Bagaimana kau dapat menghidupi dia dan melindunginya, jika saat ini uang di dompetmu pun masih uang saku dari Mamamu?
Kapan waktu yang tepat?
Urusan antara kau dan Tuhan. Ikuti prosesnya, fokus pada sekolah kehidupan yang sedang kau lewati agar kau belajar dalam karakter dan kedewasaan. Kau perlu jadi pria sejati yang mempraktekkan kasih tanpa syarat, dan lebih penting lagi, tanpa ego. Biarkan Ia membentukmu untuk menjadi Adam yang siap mengemban tanggung jawab yang berat ini, yaitu memegang seluruh hati dan hidup makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna dan indah bernama wanita.
Selamat berusaha, para Adam!
"Tak banyak yang bisa kubantu, Boi.." desahnya pasrah.
Kami diam menunggu.
"Pokoknya begini sajalah..."
Ia menerawang, menyarikan hikmah dari pengalaman buruknya.
"Jika kau berjumpa dengan Zakiah, tak perlulah banyak kata, Boi. Tak perlu banyak lagak, tak perlu bawa bunga segala. Cukup kautunjukkan raut muka bahwa kau bersedia menyuapinya nanti jika ia sakit, bersedia menggendongnya ke kamar mandi jika ia sudah renta tak mampu berjalan. Bahwa kau, dengan segenap hatimu, bersedia mengatakan di depannya betapa jelitanya ia, meski wajahnya sudah keriput seperti jeruk purut, dan kau bersedia tetap berada di situ, tak kemana-mana, di sampingnya selalu, selama empat puluh tahun sekalipun..."
Kawan, di antara riuh rendahnya ayam kawin, aku terkesima menyimak semua itu. Ini adalah petuah asmara paling dahsyat yang pernah kudengar seumur hidupku.
~Andrea Hirata, Maryamah Karpov~
Pria-pria, bisakah kau bayangkan raut muka bagaimana yang seperti itu?
Menurutku, hanya ada segelintir pria baik yang menunjukkan kesungguhan seperti demikian ketika mengajukan diri untuk menjadi seorang pasangan hidup bagi wanita a.k.a nembak.
Kebanyakan, hadir dengan menawarkan hal-hal yang lain. Ada yang bilang, "Nembak cewek ga cukup pake senyum doang. Minimal, butuh sertifikat rumah dan deposito."
Ada yang beranggapan, asalkan dirinya cukup tampan dan kekar, sedikit talented, bisa membuat bangga sang wanita, sudah cukup.
Sebagian pria juga berpikir, yang wanita butuhkan hanya perasaan disayang dan diperhatikan. Asal setiap hari diperhatikan dan disayang, tak perlu banyak-banyak embel-embel ini dan itu, sudah bisa membahagiakan wanita. Apalagi dengan sedikit tindakan heroik dan janji-janji manis, "Aku pasti jaga kamu selalu." Praktis. Tak perlu punya uang banyak atau pekerjaan yang mapan. Biarpun uang buat traktir si dia nonton masih minta sama nyokap, yang penting dia bahagia.
Tahukah kau, hai pria-pria, bahwa 'nembak' bukan hanya sekedar mengucap kata dan mempresentasikan keberhasilanmu, fisik, materi, maupun prestasi?
Ketika kau 'nembak', kau sedang meminta seorang wanita untuk memberikan sebagian hatinya kepadamu. Kalau kau rakus, kau minta seluruhnya. Padahal, bagi seorang wanita gak mudah untuk bisa memberikan hatinya begitu saja.
Ketika kau 'nembak', akibatnya terhadap si wanita tidak bisa dibandingkan dengan mencoba baju yang kalau sudah tidak cocok bisa ditaruh kembali ke dalam lemari. Si baju, seandainya bisa merasa, mungkin merasa dirinya second. Apalagi si wanita?? Bukan sekedar reputasi yang lagi kita bicarakan di sini, teman-teman. It's about the heart.
Ketika kau 'nembak', kau sebetulnya bertanggung jawab akan wanita itu sekarang dan selamanya seperti Adam bertanggung jawab terhadap Hawa, seakan-akan tidak ada lagi makhluk yang mampu menjaga dan melindungi makhluk halus bernama perempuan ini. (Walaupun, beberapa orang bilang, "Dogs are the most loyal animal. Men are nothing compared to them." Teman, buktikan pepatah itu salah.)
Ketika kau 'nembak', kau memberikan dirimu untuk menjadi satu-satunya Adam buat dirinya seperti kau menuntut dia untuk menjadi satu-satunya Hawa untuk dirimu. Dan hanya kau yang bisa dia andalkan, harapkan, percayai seratus persen, untuk dia bisa memberikan seluruh hatinya dan mempercayakan seluruh hidupnya kepadamu.
Itu sebabnya, wanita perlu waktu untuk bisa dibentuk dan dipersiapkan oleh Bapa, supaya sempurna jadi Hawa-mu. Wanita perlu membenahi dirinya sendiri dulu sebelum bisa menjadi penolong yang sepadan untukmu. Semua itu bukan urusanmu, tapi urusan Bapa. Pada waktuNya, Ia akan menyatakan wanita ini siap dan memberikannya untukmu.
Jadi, kalau kau sudah 'nembak' sebelum waktunya?
Kau sedang mencuri apa yang bukan hakmu. Kau sedang mencoba mencuri waktu berharganya untuk dibentuk oleh Tuhan, dan kau akan mendapat Hawa yang belum 'best quality'. Karena kau tidak sabar.
Darimana kau bisa tahu kalau waktunya sudah tepat?
Bukan dengan menilai apakah wanita itu sudah cocok untukmu. Bukan dengan berpikir kau sudah bisa membuatnya bangga dan senang jadi pasanganmu. Bukan dengan menguji apakah wanita itu membalas perhatian-perhatian kecil yang kau lemparkan padanya sebagai 'coba-coba'. Ketika ia membalas perhatianmu, barulah kau akan 'nembak' karena yakin tak akan ditolak.
Sekali lagi, ketika kau memperhatikan dia, kau sedang meminta dia untuk mempercayaimu.
Dan ketika seorang wanita percaya sepenuhnya kepadamu, ia mengharapkanmu untuk "bersedia menyuapinya nanti jika ia sakit, bersedia menggendongnya ke kamar mandi jika ia sudah renta tak mampu berjalan. Bahwa kau, dengan segenap hatimu, bersedia mengatakan di depannya betapa jelitanya ia, meski wajahnya sudah keriput seperti jeruk purut, dan kau bersedia tetap berada di situ, tak kemana-mana, di sampingnya selalu, selama empat puluh tahun sekalipun."
Lebih dari ia mengharapkan fisik dan materimu.
Lebih dari ia mengharapkan perhatian dan janji manismu.
Lebih dari ia mengharapkan sentuhan dan pelukanmu.
Lebih dari ia 'suka' padamu, ia butuh kau untuk bisa ia 'ikuti'.
Teman, kau perlu melihat jauh ke depan. Bagaimana kau akan bisa menyuapinya nanti jika sekarang saja kau marah apabila ia tidak membuatkan kopi sesuai kemauanmu?
Bagaimana kau dapat mengatakan betapa jelitanya ia saat ia sudah keriput, apabila satu-satunya alasanmu untuk 'nembak' dia saat ini adalah karena dia cantik?
Bagaimana kau dapat menghidupi dia dan melindunginya, jika saat ini uang di dompetmu pun masih uang saku dari Mamamu?
Kapan waktu yang tepat?
Urusan antara kau dan Tuhan. Ikuti prosesnya, fokus pada sekolah kehidupan yang sedang kau lewati agar kau belajar dalam karakter dan kedewasaan. Kau perlu jadi pria sejati yang mempraktekkan kasih tanpa syarat, dan lebih penting lagi, tanpa ego. Biarkan Ia membentukmu untuk menjadi Adam yang siap mengemban tanggung jawab yang berat ini, yaitu memegang seluruh hati dan hidup makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna dan indah bernama wanita.
Selamat berusaha, para Adam!
Masa single: Baik digunakan sebelum September 2015. Relationship, Part 5
pa sih arti singleness? Pilih satu coret yang tidak perlu.
a. Masa peralihan di antara masa kanak-anak dengan masa keistrian. Selama belum jadi istri berarti masih single, walaupun berpacar. Aktivitas: Seperti remaja pada umumnya, menikmati masa muda. Berpacaran sana-sini dan menunggu umur cukup dewasa. Hanya menanti dipinang.
b. Kondisi jomblo. Baik belom bersuami, belom berpacar, maupun ditinggal mati atau dicerai (Maksudnya, kalo punya pacar berarti tidak single, red.). Aktivitas: Tidak berpacaran tapi banyak ber-HTSan, sambil mencari jodoh untuk mengakhiri singleness atau bahkan jodohnya sudah ketemu, hanya ber-HTS supaya tetap ‘single’ sekedar menunggu waktu yg dibilang cukup dewasa untuk menikah.
c. Status belom kawin di KTP, tapi sudah cukup umur, available, sedang aktif mencari. Aktivitas: Beberapa kali menjalin hubungan serius namun belum cukup serius sehingga mengubah status di KTP.
d. Masa yang dimulai begitu mulai puber dan mengenal pria, masa yang sangat berharga untuk wanita. Tidak ada hubungannya dengan mencari jodoh. Fokus: Pembentukan Tuhan untuk diri sendiri sebagai wanita. Aktivitas: Menjaga hati tetap murni dan hidup benar di hadapan Tuhan.
Singleness is a gift. (Masa sih??? Koq gw ga habis-habisnya bertanya-tanya kapan gw gak single lagi????)
Banyak orang berpikir status single hanyalah batu loncatan sebelum sampai pada hakikat seorang wanita: menjadi istri dan ibu. Itu sebabnya masa single digunakan untuk membuka mata lebar-lebar mencari jodoh, atau bahkan, para wanita yang ‘kurang saleh’, mencoba mengeksplorasi setiap hubungan demi suatu probabilitas, bahwa hubungan tersebut akan berakhir di pernikahan.
Pada masa single, para wanita yg ‘saleh’ berusaha sekuat tenaga untuk menjaga ke-single-annya dengan tidak berpacaran. Tentunya, sambil mengalami kebingungan, bagaimana bisa menemukan Mr. Right kalau tidak menjalin hubungan? Katanya sih, dengan persahabatan. Maka mereka pun banyak bersahabat.
Sambil bersahabat, mengenali banyak pria. Tapi namanya juga manusia, kalau sudah ada ‘chemistry’-nya, sulit menjaga kemurnian hati. Apalagi dipandang dari segala kriteria, sudah cocok. Tapi, belum cukup umur. Gimana dong?
Yang lebih parah lagi, prianya juga setuju, bahwa mereka adalah pasangan sehidup semati. “Walau 10 tahun lagi pasti aku nikahi kamu,” begitu katanya.
“Tapi kita kan ga boleh pacaran,” kata si wanita.
“Gak pa pa,” kata si pria, “Kita bisa tetap bersahabat kan? Sampai 10 tahun lagi?”
Lalu mulailah mereka bersahabat. Tapi rasa saling memiliki, karena sudah mengungkapkan perasaan dan mengucap janji suci “akan menikah 10 tahun lagi”, tidak bisa dihindari. Jadilah hubungan persahabatan jenis baru, yaitu Sahabat Plus Plus.
Bagaimana dengan yang sudah cukup umur?
Di masa singlenya, juga membuka mata lebar-lebar untuk mencari jodoh, tentunya dengan panduan daftar kriteria yang berbeda dengan wanita yang satunya di atas. Mungkin sedikit lebih dewasa. Tujuannya, mencoba melepas status ‘single’ itu di KTPnya agar “utuh” sebagai seorang wanita.
Apalagi, ketika melihat teman-teman seumur sudah punya pasangan, sudah akan menikah, sudah menikah, dan sudah beranak 2. Apalagi, ketika ditanya teman yang ketemu di kondangan, “Cowok u mana?” dan juga di pertemuan keluarga besar, “Udah punya pacar belom?”
Atau, “Kapan nih nyusul cicinya?”
Atau, “Kenapa nih, masih jual mahal ya?”
Atau, “Mau ga Tante kenalin sama keponakan Tante?”
Atau, “Ada temen Tante nih, dulu sama-sama kuliah bareng. Sekarang istrinya udah meninggal. Anaknya 1. Tante kasih no. telp kamu ya?”
Semakin menyeramkan. Maka, untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan di atas, mulailah menjalin hubungan, sedikit berkompromi dengan daftar kriteria yang sudah dibuat, dan merasionalisasikan setiap rasa ‘kurang sreg’ di hati. Bersahabat dulu, lalu…. Berhubung kurang adanya kecocokan, terpaksa bubar jalan.
Lambat laun, meninggalkan daftar kriteria yang tadinya 2 halaman dan hanya memperhatikan 2 nomor paling atas: Cinta Tuhan dan Cinta Keluarga.
Menyesali kenapa sedari dulu terlalu fokus di pendidikan, pelayanan, pekerjaan, dan lain-lain sehingga tidak mulai melihat-lihat dan mencari pasangan. Sekarang sudah susah. Sudah mau expired!!!!!!
Menurut saya, masa single dimulai ketika seorang wanita menyadari bahwa hidupnya tercipta untuk menemani sang Adam. Bahwa cewek itu nantinya menikah sama cowok. Saat itulah, wanita harus mulai benar-benar menjaga hati dan hidupnya.
Banyak kekacauan dimulai dari usia muda, karena paradigma yang menganggap bahwa masa single hanyalah masa transisi untuk kemudian menjadi seorang istri. Ups, SALAH!!!! Masa single, adalah masa yang paling berharga karena seorang wanita sudah mengerti bahwa ia akan menjadi pendamping untuk seorang pria nantinya, dan untuk itu ia diharapkan menjadi penolong yang sepadan. Penekanannya di sini bukanlah menemukan si Adam yang harus ditemani nantinya, tapi bagaimana wanita punya kualitas untuk menjadi penolong.
Masa single, adalah masa dimana wanita berfokus pada dirinya sendiri dan segala kualitas karakternya, mencoba menemukan apa yang kurang baik dan memperbaikinya, menjaga dirinya kudus di hadapan Tuhan sebagai bagian dari menjadi pasangan yang terbaik, dan menjaga hatinya supaya bisa mendapat yang TERBAIK dari Tuhan, bukan yang SECOND BEST.
Bagaimana bisa tahu kita sudah menjadi penolong yang sepadan, kalau tidak ada padanannya? Apa patokannya kita sudah jadi penolong yang sepadan?
Ini pertanyaan yang sering menjadi alasan untuk seorang wanita membangun hubungan lebih dahulu dengan si A, dan baru mengikuti proses Tuhan agar bisa dibentuk jadi penolong yang sepadan, seperti yang diinginkan dan dibutuhkan si A. Lalu wanita itu bisa bilang, “Saya sudah jadi penolong yang sepadan buat si A.”
Astaga.
Terkejut betapa manusia bisa membuat berbagai alasan dan memanipulasi berbagai segi untuk memuaskan keinginan dagingnya? Dan sedihnya, kepuasan yang didapat dari itu tidak ada 1% nya dibandingkan dengan kepuasan yang didapat apabila kita percaya sepenuhnya pada rencana Allah dan melihat penggenapannya dalam hidup kita.
Jadi, apa yang harus dilakukan?
Mulai dengan fokus pada diri sendiri. Bayangkan kita ada di atas tangan Bapa yang besar, berdiri menghadap wajah Bapa. Di sekeliling dan di belakang kita mungkin banyak hal terjadi, tapi fokus penglihatan kita hanya satu: Bapa. Membangun diri dan karakter kita, melatih diri untuk rajin dan cermat, untuk memiliki belas kasihan, untuk mengasihi tanpa syarat, untuk mengampuni dan rela berkorban, mau diajar dan setia, untuk Bapa. Bukan untuk pasangan hidup, bukan untuk keluarga yang menuntut, tapi untuk Bapa.
Karena, Bapa yang menciptakan kita sebagai seorang wanita dan Ialah yang tahu jelas bagaimana wanita yang sempurna itu, sesuai blue print-Nya. Ia yang tahu bagian mana yang perlu dilembutkan dan dibentuk kembali agar sempurna. Ia satu-satunya yang punya gambaran yang sempurna mengenai apa yang dimaksud dengan SEPADAN. Yaitu bagaimana wanita yang sempurna melengkapi pria yang sempurna, menurut kriteriaNya.
Get what I mean?
Artinya, di tangan yang lain Bapa juga sedang membentuk seorang pria agar sempurna, luar dalam, bukan menurut standar kesempurnaan kita, tapi menurut standarNya. Agar suatu hari nanti menurut waktuNya, Bapa akan membawa kita bertemu dengan pria yang sudah disempurnakan. Tangan yang satu bertemu dengan tangan yang lain. Kita mengalihkan pandangan kita dari Bapa, untuk melihat rencana Bapa yang digenapi dalam hidup kita, oleh kehendakNya. Maka kita tidak bisa lagi dikecewakan oleh keterbatasan dan pengharapan manusia. Karena apa yang Bapa berikan, that’s for real.
~”….bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.” Pengkh 3:11a.~
Berlatihlah dengan menjadi penolong untuk pria yang ada di sekitarmu. Berlatihlah dengan melayani anak binaanmu. Bahkan, berlatihlah dengan keluargamu, ibumu, adikmu. Berusahalah untuk menjadi wanita yang sesuai standar Allah, bukan standar calon suamimu. Only then you can be a winning prize that every man wants.
So I promise to, be true to You.
To live my life, in purity, as unto You.
Waiting for the day, when I hear You say,
“Here is the one I have created just for you.”
~Jaci Velasquez, I Promise~
a. Masa peralihan di antara masa kanak-anak dengan masa keistrian. Selama belum jadi istri berarti masih single, walaupun berpacar. Aktivitas: Seperti remaja pada umumnya, menikmati masa muda. Berpacaran sana-sini dan menunggu umur cukup dewasa. Hanya menanti dipinang.
b. Kondisi jomblo. Baik belom bersuami, belom berpacar, maupun ditinggal mati atau dicerai (Maksudnya, kalo punya pacar berarti tidak single, red.). Aktivitas: Tidak berpacaran tapi banyak ber-HTSan, sambil mencari jodoh untuk mengakhiri singleness atau bahkan jodohnya sudah ketemu, hanya ber-HTS supaya tetap ‘single’ sekedar menunggu waktu yg dibilang cukup dewasa untuk menikah.
c. Status belom kawin di KTP, tapi sudah cukup umur, available, sedang aktif mencari. Aktivitas: Beberapa kali menjalin hubungan serius namun belum cukup serius sehingga mengubah status di KTP.
d. Masa yang dimulai begitu mulai puber dan mengenal pria, masa yang sangat berharga untuk wanita. Tidak ada hubungannya dengan mencari jodoh. Fokus: Pembentukan Tuhan untuk diri sendiri sebagai wanita. Aktivitas: Menjaga hati tetap murni dan hidup benar di hadapan Tuhan.
Singleness is a gift. (Masa sih??? Koq gw ga habis-habisnya bertanya-tanya kapan gw gak single lagi????)
Banyak orang berpikir status single hanyalah batu loncatan sebelum sampai pada hakikat seorang wanita: menjadi istri dan ibu. Itu sebabnya masa single digunakan untuk membuka mata lebar-lebar mencari jodoh, atau bahkan, para wanita yang ‘kurang saleh’, mencoba mengeksplorasi setiap hubungan demi suatu probabilitas, bahwa hubungan tersebut akan berakhir di pernikahan.
Pada masa single, para wanita yg ‘saleh’ berusaha sekuat tenaga untuk menjaga ke-single-annya dengan tidak berpacaran. Tentunya, sambil mengalami kebingungan, bagaimana bisa menemukan Mr. Right kalau tidak menjalin hubungan? Katanya sih, dengan persahabatan. Maka mereka pun banyak bersahabat.
Sambil bersahabat, mengenali banyak pria. Tapi namanya juga manusia, kalau sudah ada ‘chemistry’-nya, sulit menjaga kemurnian hati. Apalagi dipandang dari segala kriteria, sudah cocok. Tapi, belum cukup umur. Gimana dong?
Yang lebih parah lagi, prianya juga setuju, bahwa mereka adalah pasangan sehidup semati. “Walau 10 tahun lagi pasti aku nikahi kamu,” begitu katanya.
“Tapi kita kan ga boleh pacaran,” kata si wanita.
“Gak pa pa,” kata si pria, “Kita bisa tetap bersahabat kan? Sampai 10 tahun lagi?”
Lalu mulailah mereka bersahabat. Tapi rasa saling memiliki, karena sudah mengungkapkan perasaan dan mengucap janji suci “akan menikah 10 tahun lagi”, tidak bisa dihindari. Jadilah hubungan persahabatan jenis baru, yaitu Sahabat Plus Plus.
Bagaimana dengan yang sudah cukup umur?
Di masa singlenya, juga membuka mata lebar-lebar untuk mencari jodoh, tentunya dengan panduan daftar kriteria yang berbeda dengan wanita yang satunya di atas. Mungkin sedikit lebih dewasa. Tujuannya, mencoba melepas status ‘single’ itu di KTPnya agar “utuh” sebagai seorang wanita.
Apalagi, ketika melihat teman-teman seumur sudah punya pasangan, sudah akan menikah, sudah menikah, dan sudah beranak 2. Apalagi, ketika ditanya teman yang ketemu di kondangan, “Cowok u mana?” dan juga di pertemuan keluarga besar, “Udah punya pacar belom?”
Atau, “Kapan nih nyusul cicinya?”
Atau, “Kenapa nih, masih jual mahal ya?”
Atau, “Mau ga Tante kenalin sama keponakan Tante?”
Atau, “Ada temen Tante nih, dulu sama-sama kuliah bareng. Sekarang istrinya udah meninggal. Anaknya 1. Tante kasih no. telp kamu ya?”
Semakin menyeramkan. Maka, untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan di atas, mulailah menjalin hubungan, sedikit berkompromi dengan daftar kriteria yang sudah dibuat, dan merasionalisasikan setiap rasa ‘kurang sreg’ di hati. Bersahabat dulu, lalu…. Berhubung kurang adanya kecocokan, terpaksa bubar jalan.
Lambat laun, meninggalkan daftar kriteria yang tadinya 2 halaman dan hanya memperhatikan 2 nomor paling atas: Cinta Tuhan dan Cinta Keluarga.
Menyesali kenapa sedari dulu terlalu fokus di pendidikan, pelayanan, pekerjaan, dan lain-lain sehingga tidak mulai melihat-lihat dan mencari pasangan. Sekarang sudah susah. Sudah mau expired!!!!!!
Menurut saya, masa single dimulai ketika seorang wanita menyadari bahwa hidupnya tercipta untuk menemani sang Adam. Bahwa cewek itu nantinya menikah sama cowok. Saat itulah, wanita harus mulai benar-benar menjaga hati dan hidupnya.
Banyak kekacauan dimulai dari usia muda, karena paradigma yang menganggap bahwa masa single hanyalah masa transisi untuk kemudian menjadi seorang istri. Ups, SALAH!!!! Masa single, adalah masa yang paling berharga karena seorang wanita sudah mengerti bahwa ia akan menjadi pendamping untuk seorang pria nantinya, dan untuk itu ia diharapkan menjadi penolong yang sepadan. Penekanannya di sini bukanlah menemukan si Adam yang harus ditemani nantinya, tapi bagaimana wanita punya kualitas untuk menjadi penolong.
Masa single, adalah masa dimana wanita berfokus pada dirinya sendiri dan segala kualitas karakternya, mencoba menemukan apa yang kurang baik dan memperbaikinya, menjaga dirinya kudus di hadapan Tuhan sebagai bagian dari menjadi pasangan yang terbaik, dan menjaga hatinya supaya bisa mendapat yang TERBAIK dari Tuhan, bukan yang SECOND BEST.
Bagaimana bisa tahu kita sudah menjadi penolong yang sepadan, kalau tidak ada padanannya? Apa patokannya kita sudah jadi penolong yang sepadan?
Ini pertanyaan yang sering menjadi alasan untuk seorang wanita membangun hubungan lebih dahulu dengan si A, dan baru mengikuti proses Tuhan agar bisa dibentuk jadi penolong yang sepadan, seperti yang diinginkan dan dibutuhkan si A. Lalu wanita itu bisa bilang, “Saya sudah jadi penolong yang sepadan buat si A.”
Astaga.
Terkejut betapa manusia bisa membuat berbagai alasan dan memanipulasi berbagai segi untuk memuaskan keinginan dagingnya? Dan sedihnya, kepuasan yang didapat dari itu tidak ada 1% nya dibandingkan dengan kepuasan yang didapat apabila kita percaya sepenuhnya pada rencana Allah dan melihat penggenapannya dalam hidup kita.
Jadi, apa yang harus dilakukan?
Mulai dengan fokus pada diri sendiri. Bayangkan kita ada di atas tangan Bapa yang besar, berdiri menghadap wajah Bapa. Di sekeliling dan di belakang kita mungkin banyak hal terjadi, tapi fokus penglihatan kita hanya satu: Bapa. Membangun diri dan karakter kita, melatih diri untuk rajin dan cermat, untuk memiliki belas kasihan, untuk mengasihi tanpa syarat, untuk mengampuni dan rela berkorban, mau diajar dan setia, untuk Bapa. Bukan untuk pasangan hidup, bukan untuk keluarga yang menuntut, tapi untuk Bapa.
Karena, Bapa yang menciptakan kita sebagai seorang wanita dan Ialah yang tahu jelas bagaimana wanita yang sempurna itu, sesuai blue print-Nya. Ia yang tahu bagian mana yang perlu dilembutkan dan dibentuk kembali agar sempurna. Ia satu-satunya yang punya gambaran yang sempurna mengenai apa yang dimaksud dengan SEPADAN. Yaitu bagaimana wanita yang sempurna melengkapi pria yang sempurna, menurut kriteriaNya.
Get what I mean?
Artinya, di tangan yang lain Bapa juga sedang membentuk seorang pria agar sempurna, luar dalam, bukan menurut standar kesempurnaan kita, tapi menurut standarNya. Agar suatu hari nanti menurut waktuNya, Bapa akan membawa kita bertemu dengan pria yang sudah disempurnakan. Tangan yang satu bertemu dengan tangan yang lain. Kita mengalihkan pandangan kita dari Bapa, untuk melihat rencana Bapa yang digenapi dalam hidup kita, oleh kehendakNya. Maka kita tidak bisa lagi dikecewakan oleh keterbatasan dan pengharapan manusia. Karena apa yang Bapa berikan, that’s for real.
~”….bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.” Pengkh 3:11a.~
Berlatihlah dengan menjadi penolong untuk pria yang ada di sekitarmu. Berlatihlah dengan melayani anak binaanmu. Bahkan, berlatihlah dengan keluargamu, ibumu, adikmu. Berusahalah untuk menjadi wanita yang sesuai standar Allah, bukan standar calon suamimu. Only then you can be a winning prize that every man wants.
So I promise to, be true to You.
To live my life, in purity, as unto You.
Waiting for the day, when I hear You say,
“Here is the one I have created just for you.”
~Jaci Velasquez, I Promise~
Kisah Si Wanita Bodoh. Relationship, Part 4
Hati Ai sedang berbunga-bunga. Roy baru saja mengiriminya sms yang co cuit, “Selamat pagi cinta….” Ow o wow. Mana mungkin tidak tersenyum membacanya? Ai pun jadi teringat kembali peristiwa kemarin. Ai yang terjatuh karena kelelahan, diperhatikan habis-habisan oleh Roy. Dibelikan vitamin, diantar pulang, dan dengan segala cara intinya: diperhatikan.
Ai belum pernah mengalami seperti ini. Ai punya banyak teman, tapi tidak ada yang istimewa. Bukan berarti Ai menginginkan seorang teman istimewa (baca:pacar), tidak, Ai tahu dirinya masih terlalu muda untuk menjalin hubungan. Tapi…. Siapa tidak mau diperhatikan dan disayangi bak seorang putri?
Apalagi, Roy adalah seorang kakak kelas yang Ai kagumi. Roy tampan, dan ia juga seorang pemimpin di ibadah anak muda tempat Ai bergereja. Memang belum lama Ai mengenal Roy, tapi Ai yakin, Roy adalah pria dewasa yang tahu bersikap dan bertanggung jawab.
Itulah sebabnya, Ai senang-senang saja dijaga oleh Roy. Diperhatikan, diantar, dijemput, diberi ucapan selamat tidur setiap malam. Ai merasa istimewa. Bahkan, di hari ulang tahun Ai Roy memberi bunga dan dengan bangganya menunjukkan mobil baru milik ayahnya yang bernomor polisi: tanggal ulangtahun Ai.
Intinya, walau Ai sebisa mungkin tidak mau mengakuinya, hati Ai telah terjerat. Apapun yang Roy minta, Ai beri. Apapun yang Roy katakan, Ai ikuti. Mereka sudah saling mengucap sayang. Karena, Ai memang sayang pada Roy. Roy juga, tentunya.
Tapi, akhir-akhir ini beberapa orang mulai berbicara mengusik hati Ai. Jangan terlalu dekat, kata mereka. Jangan terlalu eksklusif. Masih kecil. Ai belum lagi lulus SMU. Ai tidak jadi teladan padahal Ai pelayan di gereja.
Ai jadi bingung. Bukankah Roy yang duluan mendekati Ai? Roy kan lebih senior dari Ai. Kalau memang tidak boleh, harusnya Roy mengerti, toh?
Ah, biarkan saja burung-burung berkicau. Mungkin mereka iri, Ai punya seseorang yang sayang padanya. Lagipula, Ai dan Roy kan tidak pacaran.
Bulan demi bulan berlalu. Kemarin, Roy menggandeng tangan Ai, membujuk Ai untuk tidak marah lagi padanya. Habis, Ai kesal karena Roy memaksa Ai pulang bersamanya. Padahal, Ai masih ingin hangout bareng teman-teman.
Ai sedikit merasa ada sesuatu yang berubah dengan teman-teman di gereja. Ada jarak. Apa ya yang menyebabkannya? Apa karena Roy? Ai tidak habis pikir mengapa orang-orang tidak senang melihat Ai senang. Memang, Ai pun kadang bertengkar dengan Roy, tapi, konflik kan bagian dari persahabatan? Ai dan Roy kan bersahabat.
Namun ternyata, tidak demikian menurut kakak pembina Ai. Dia bilang, Ai sudah melampaui batas. Ai sudah berhubungan eksklusif, namanya HTS. Dan, sekarang belum saatnya untuk Ai. Ai harus ambil keputusan dan mengakhirinya. Ai harus bilang pada Roy bahwa hubungan ini tidak sehat, dan Ai harus kembali jadi teman biasa dengan Roy. Toh, kalau jodoh tak akan lari kemana-mana. Tuhan pasti akan mempertemukan kembali.
Astaga. Rasanya Ai seperti disambar petir. Kok bisa-bisanya kakak pembina Ai berkata begitu. Dia dari dulu memang tidak pernah mengerti Ai.
Yang pertama, Ai merasa Ai tidak melakukan apapun yang berlebihan dengan Roy. Ai masih memenuhi tanggung jawab di sekolah maupun di gereja. Malahan, Ai jadi lebih semangat saat teduh karena setiap pagi dibangunkan Roy.
Yang kedua, kalau memang hubungan ini salah, mengapa Ai yang harus mengakhiri?!! Yang memulai kan, Roy??? Katanya, pria yang harus memimpin dan mengambil keputusan?? Ai tidak terima.
Yang ketiga, yang paling membuat Ai kesal, adalah karena Roy sepertinya tidak mengalami tekanan apapun. Sepertinya tidak ada yang menegur dan mengecam dia seperti Ai ditegur dan dikecam. Kemana saja sih, orang-orang?? Yang duluan kan, DIAAA!!!!!!!
To be continued.
Ai belum pernah mengalami seperti ini. Ai punya banyak teman, tapi tidak ada yang istimewa. Bukan berarti Ai menginginkan seorang teman istimewa (baca:pacar), tidak, Ai tahu dirinya masih terlalu muda untuk menjalin hubungan. Tapi…. Siapa tidak mau diperhatikan dan disayangi bak seorang putri?
Apalagi, Roy adalah seorang kakak kelas yang Ai kagumi. Roy tampan, dan ia juga seorang pemimpin di ibadah anak muda tempat Ai bergereja. Memang belum lama Ai mengenal Roy, tapi Ai yakin, Roy adalah pria dewasa yang tahu bersikap dan bertanggung jawab.
Itulah sebabnya, Ai senang-senang saja dijaga oleh Roy. Diperhatikan, diantar, dijemput, diberi ucapan selamat tidur setiap malam. Ai merasa istimewa. Bahkan, di hari ulang tahun Ai Roy memberi bunga dan dengan bangganya menunjukkan mobil baru milik ayahnya yang bernomor polisi: tanggal ulangtahun Ai.
Intinya, walau Ai sebisa mungkin tidak mau mengakuinya, hati Ai telah terjerat. Apapun yang Roy minta, Ai beri. Apapun yang Roy katakan, Ai ikuti. Mereka sudah saling mengucap sayang. Karena, Ai memang sayang pada Roy. Roy juga, tentunya.
Tapi, akhir-akhir ini beberapa orang mulai berbicara mengusik hati Ai. Jangan terlalu dekat, kata mereka. Jangan terlalu eksklusif. Masih kecil. Ai belum lagi lulus SMU. Ai tidak jadi teladan padahal Ai pelayan di gereja.
Ai jadi bingung. Bukankah Roy yang duluan mendekati Ai? Roy kan lebih senior dari Ai. Kalau memang tidak boleh, harusnya Roy mengerti, toh?
Ah, biarkan saja burung-burung berkicau. Mungkin mereka iri, Ai punya seseorang yang sayang padanya. Lagipula, Ai dan Roy kan tidak pacaran.
Bulan demi bulan berlalu. Kemarin, Roy menggandeng tangan Ai, membujuk Ai untuk tidak marah lagi padanya. Habis, Ai kesal karena Roy memaksa Ai pulang bersamanya. Padahal, Ai masih ingin hangout bareng teman-teman.
Ai sedikit merasa ada sesuatu yang berubah dengan teman-teman di gereja. Ada jarak. Apa ya yang menyebabkannya? Apa karena Roy? Ai tidak habis pikir mengapa orang-orang tidak senang melihat Ai senang. Memang, Ai pun kadang bertengkar dengan Roy, tapi, konflik kan bagian dari persahabatan? Ai dan Roy kan bersahabat.
Namun ternyata, tidak demikian menurut kakak pembina Ai. Dia bilang, Ai sudah melampaui batas. Ai sudah berhubungan eksklusif, namanya HTS. Dan, sekarang belum saatnya untuk Ai. Ai harus ambil keputusan dan mengakhirinya. Ai harus bilang pada Roy bahwa hubungan ini tidak sehat, dan Ai harus kembali jadi teman biasa dengan Roy. Toh, kalau jodoh tak akan lari kemana-mana. Tuhan pasti akan mempertemukan kembali.
Astaga. Rasanya Ai seperti disambar petir. Kok bisa-bisanya kakak pembina Ai berkata begitu. Dia dari dulu memang tidak pernah mengerti Ai.
Yang pertama, Ai merasa Ai tidak melakukan apapun yang berlebihan dengan Roy. Ai masih memenuhi tanggung jawab di sekolah maupun di gereja. Malahan, Ai jadi lebih semangat saat teduh karena setiap pagi dibangunkan Roy.
Yang kedua, kalau memang hubungan ini salah, mengapa Ai yang harus mengakhiri?!! Yang memulai kan, Roy??? Katanya, pria yang harus memimpin dan mengambil keputusan?? Ai tidak terima.
Yang ketiga, yang paling membuat Ai kesal, adalah karena Roy sepertinya tidak mengalami tekanan apapun. Sepertinya tidak ada yang menegur dan mengecam dia seperti Ai ditegur dan dikecam. Kemana saja sih, orang-orang?? Yang duluan kan, DIAAA!!!!!!!
To be continued.
'Selamanya' bukan 'Seadanya' - Relationship, Part 3
Bagi yang belum membaca part 2, mohon membaca part 2 nya terlebih dahulu supaya tidak mengalami kebingungan yang tidak perlu. :)
Bagi teman-teman yang sudah membaca part 2 nya, inilah lanjutannya.
Setelah kamu mengevaluasi kriteriamu yang lama, bersiaplah untuk membuat kriteria yang baru. Tapi sebelumnya, analisa dirimu sendiri dulu. Karena untuk sesuatu yang bersifat 'selamanya', kamu perlu betul-betul siap, bukan hanya asal 'seadanya'. Tanyakan pada dirimu:
1. Apa mimpi dan visi saya dalam hidup?
Kamu membutuhkan orang yang berjalan dalam visi yang sama denganmu, atau yang dapat berbagi passion/gairah yang kamu rasakan ketika menjalani visimu, dengan tidak bersyarat. Sekali lagi, hidup kita ditarik oleh visi dan visilah yang bisa membuat kita berjalan bersama-sama.
2. Apa kelemahan saya dan bagaimana pasangan saya dapat melengkapinya?
Berusahalah jujur dalam hal ini dan sebutkan kelemahan yang kamu paling sering gagal memperbaikinya. Misal: Saya tidak sabar dan saya butuh seorang yang sabar untuk mengajar saya agar sabar. Saya sangat nge-flow sehingga saya butuh seorang yang terstruktur untuk membantu saya mencapai tujuan saya.
3. Apa pandangan saya tentang keluarga?
Pertimbangkanlah faktor orang tua sakit dan waktu untuk dihabiskan bersama mereka, dll. Misal: Saya ingin memberkati dan menjaga ibu saya di hari tuanya, dan saya membutuhkan seorang yang mau mengasihi ibu saya seperti ibunya sendiri. Saya tidak ingin orang tua terlibat dalam segala urusan rumah tangga saya, sebisa mungkin orang tua tidak perlu tahu masalah rumah tangga saya.
4. Apa pandangan saya tentang keuangan?
Pikirkan hal yang terbaik dan terburuk yang mungkin terjadi dan apa yang kamu harapkan dari dirimu sendiri dan pasanganmu, pada situasi tersebut. Misal: Saya bersedia hidup hemat dan sederhana bersama pasangan walaupun dari kecil saya selalu hidup berkecukupan. Saya bersedia memberi untuk orang tua dan mertua, dan menanggung mereka apabila sakit. Saya ingin kami berjuang dalam keuangan bukan hanya untuk kami dan keluarga, tapi juga agar kami bisa memberi berkat yang berlebih untuk anak-anak yang butuh sekolah dan gizi yang baik.
5. Apa pandangan saya tentang pekerjaan?
Misal: Setelah menikah saya tidak ingin bekerja.
Saya ingin terus berkarir dan pernikahan tidak menghalangi karir saya.
Saya ingin bekerja membantu suami.
Saya ingin memiliki usaha sendiri.
6. Apa pandangan saya tentang kerohanian dan pelayanan?
Kamu butuh seseorang yang bisa jadi imam dan teladan dalam kerohanian. Pikirkan mengenai pelayanan apa yang kamu ingin lakukan setelah menikah, dan bagaimana kalian bisa lebih memuliakan Tuhan sebagai pasangan, bukannya justru malah mundur dan meninggalkan pelayanan setelah menikah.
7. Apa pandangan saya tentang fungsi pria dan wanita?
Saya punya fungsi khusus sebagai wanita tetapi bukan berarti saya mengurus urusan sendiri dan pasangan saya mengambil keputusan sendiri untuk hidupnya. Saya mau terlibat dalam segala aspek kehidupannya dan saya mau berjuang bersamanya.
8. Apa pandangan saya mengenai komunikasi? Mengenai konflik? Mengenai perbedaan? Mengenai pengampunan?
Tips: Jangan pernah menghindari konflik. Menghindari konflik membuatmu tidak akan pernah maju dalam hubungan. Hadapi dan selesaikan.
9. Apakah saya sudah menjadi wanita bijak yang memiliki karakter lemah lembut dan tentram? Apakah keberadaan saya mendukung, menolong, atau malah menuntut pasangan saya nantinya? Apakah Tuhan sudah selesai membentuk saya hingga 'siap pakai'?
Proses Tuhan tidak akan pernah selesai dalam hidup kita, tapi setidaknya kita perlu memiliki karakter-karakter yang penting untuk 'menjadi penolong yang sepadan'. Bangun dan fokuslah akan hal ini selama kamu masih single. Biarkan Tuhan membentukmu sehingga pada waktuNya, kamu sudah menjadi mutiara yang berkilau dan terbentuk sempurna dan membuat pasanganmu nanti bersyukur karena mendapatkan kamu, (bukannya menyesal).
10. Siapkah saya berhenti egois, berhenti manja, dan relakah saya menyalibkan diri untuk orang lain?
Hubungan yang berhasil adalah hubungan dimana masing-masing pasangan berlomba-lomba untuk mengalah dan mengambil porsi yang lebih besar demi kepentingan pasangannya.
Kalau semua ini masih terlalu jauh untuk kamu pikirkan, berarti sekarang belum saatnya kamu memikirkan pasangan hidup. Hentikan hubungan apapun yang tengah kamu jalani saat ini dan benahi dirimu sendiri dulu. SANGATLAH LEBIH BAIK UNTUK MEMPERSIAPKAN DIRI PADA MASA SINGLE, SUPAYA KAMU MENJADI APA YANG TUHAN INGINKAN, BUKAN APA YANG PASANGANMU INGINKAN.
Kalau kamu sudah siap dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, buat kriteria yang baru:
1. Kriteria tersebut harus bersifat 'selamanya'.
2. Kriteria tersebut harus spesifik pada keunikan dan kebutuhanmu sebagai pribadi, mencakup visi dan kelemahanmu.
3. Kriteria tersebut harus sesuai dengan pandanganmu terhadap hal-hal di atas.
4. Setiap kriteria harus ada tujuannya, bukan semata-mata untuk kesenangan mata dan daging ^^
Di atas segalanya, kamu perlu berdoa dan bersiap untuk menurunkan standardmu, hanya mempertahankan hal-hal yang kamu anggap sangat-sangat penting. Karena untuk 2 orang bisa bersatu butuh kompromi dan negosiasi :)
Jangan takut tidak bisa menemukan pasangan yang tepat karena Tuhan sudah siapkan orang terbaik yang juga sudah 'siap pakai' saat kamu pun memberikan dirimu dibentuk Tuhan hingga 'rapih'.
More on part 4.
Bagi teman-teman yang sudah membaca part 2 nya, inilah lanjutannya.
Setelah kamu mengevaluasi kriteriamu yang lama, bersiaplah untuk membuat kriteria yang baru. Tapi sebelumnya, analisa dirimu sendiri dulu. Karena untuk sesuatu yang bersifat 'selamanya', kamu perlu betul-betul siap, bukan hanya asal 'seadanya'. Tanyakan pada dirimu:
1. Apa mimpi dan visi saya dalam hidup?
Kamu membutuhkan orang yang berjalan dalam visi yang sama denganmu, atau yang dapat berbagi passion/gairah yang kamu rasakan ketika menjalani visimu, dengan tidak bersyarat. Sekali lagi, hidup kita ditarik oleh visi dan visilah yang bisa membuat kita berjalan bersama-sama.
2. Apa kelemahan saya dan bagaimana pasangan saya dapat melengkapinya?
Berusahalah jujur dalam hal ini dan sebutkan kelemahan yang kamu paling sering gagal memperbaikinya. Misal: Saya tidak sabar dan saya butuh seorang yang sabar untuk mengajar saya agar sabar. Saya sangat nge-flow sehingga saya butuh seorang yang terstruktur untuk membantu saya mencapai tujuan saya.
3. Apa pandangan saya tentang keluarga?
Pertimbangkanlah faktor orang tua sakit dan waktu untuk dihabiskan bersama mereka, dll. Misal: Saya ingin memberkati dan menjaga ibu saya di hari tuanya, dan saya membutuhkan seorang yang mau mengasihi ibu saya seperti ibunya sendiri. Saya tidak ingin orang tua terlibat dalam segala urusan rumah tangga saya, sebisa mungkin orang tua tidak perlu tahu masalah rumah tangga saya.
4. Apa pandangan saya tentang keuangan?
Pikirkan hal yang terbaik dan terburuk yang mungkin terjadi dan apa yang kamu harapkan dari dirimu sendiri dan pasanganmu, pada situasi tersebut. Misal: Saya bersedia hidup hemat dan sederhana bersama pasangan walaupun dari kecil saya selalu hidup berkecukupan. Saya bersedia memberi untuk orang tua dan mertua, dan menanggung mereka apabila sakit. Saya ingin kami berjuang dalam keuangan bukan hanya untuk kami dan keluarga, tapi juga agar kami bisa memberi berkat yang berlebih untuk anak-anak yang butuh sekolah dan gizi yang baik.
5. Apa pandangan saya tentang pekerjaan?
Misal: Setelah menikah saya tidak ingin bekerja.
Saya ingin terus berkarir dan pernikahan tidak menghalangi karir saya.
Saya ingin bekerja membantu suami.
Saya ingin memiliki usaha sendiri.
6. Apa pandangan saya tentang kerohanian dan pelayanan?
Kamu butuh seseorang yang bisa jadi imam dan teladan dalam kerohanian. Pikirkan mengenai pelayanan apa yang kamu ingin lakukan setelah menikah, dan bagaimana kalian bisa lebih memuliakan Tuhan sebagai pasangan, bukannya justru malah mundur dan meninggalkan pelayanan setelah menikah.
7. Apa pandangan saya tentang fungsi pria dan wanita?
Saya punya fungsi khusus sebagai wanita tetapi bukan berarti saya mengurus urusan sendiri dan pasangan saya mengambil keputusan sendiri untuk hidupnya. Saya mau terlibat dalam segala aspek kehidupannya dan saya mau berjuang bersamanya.
8. Apa pandangan saya mengenai komunikasi? Mengenai konflik? Mengenai perbedaan? Mengenai pengampunan?
Tips: Jangan pernah menghindari konflik. Menghindari konflik membuatmu tidak akan pernah maju dalam hubungan. Hadapi dan selesaikan.
9. Apakah saya sudah menjadi wanita bijak yang memiliki karakter lemah lembut dan tentram? Apakah keberadaan saya mendukung, menolong, atau malah menuntut pasangan saya nantinya? Apakah Tuhan sudah selesai membentuk saya hingga 'siap pakai'?
Proses Tuhan tidak akan pernah selesai dalam hidup kita, tapi setidaknya kita perlu memiliki karakter-karakter yang penting untuk 'menjadi penolong yang sepadan'. Bangun dan fokuslah akan hal ini selama kamu masih single. Biarkan Tuhan membentukmu sehingga pada waktuNya, kamu sudah menjadi mutiara yang berkilau dan terbentuk sempurna dan membuat pasanganmu nanti bersyukur karena mendapatkan kamu, (bukannya menyesal).
10. Siapkah saya berhenti egois, berhenti manja, dan relakah saya menyalibkan diri untuk orang lain?
Hubungan yang berhasil adalah hubungan dimana masing-masing pasangan berlomba-lomba untuk mengalah dan mengambil porsi yang lebih besar demi kepentingan pasangannya.
Kalau semua ini masih terlalu jauh untuk kamu pikirkan, berarti sekarang belum saatnya kamu memikirkan pasangan hidup. Hentikan hubungan apapun yang tengah kamu jalani saat ini dan benahi dirimu sendiri dulu. SANGATLAH LEBIH BAIK UNTUK MEMPERSIAPKAN DIRI PADA MASA SINGLE, SUPAYA KAMU MENJADI APA YANG TUHAN INGINKAN, BUKAN APA YANG PASANGANMU INGINKAN.
Kalau kamu sudah siap dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, buat kriteria yang baru:
1. Kriteria tersebut harus bersifat 'selamanya'.
2. Kriteria tersebut harus spesifik pada keunikan dan kebutuhanmu sebagai pribadi, mencakup visi dan kelemahanmu.
3. Kriteria tersebut harus sesuai dengan pandanganmu terhadap hal-hal di atas.
4. Setiap kriteria harus ada tujuannya, bukan semata-mata untuk kesenangan mata dan daging ^^
Di atas segalanya, kamu perlu berdoa dan bersiap untuk menurunkan standardmu, hanya mempertahankan hal-hal yang kamu anggap sangat-sangat penting. Karena untuk 2 orang bisa bersatu butuh kompromi dan negosiasi :)
Jangan takut tidak bisa menemukan pasangan yang tepat karena Tuhan sudah siapkan orang terbaik yang juga sudah 'siap pakai' saat kamu pun memberikan dirimu dibentuk Tuhan hingga 'rapih'.
More on part 4.
Langganan:
Postingan (Atom)