Rabu, 29 September 2010

Bukan Benar Atau Benar - Relationship, part 7

"Bukan benar atau salah yang penting respon."

Membangun hubungan, dan pernikahan, adalah masa yang paling memberi gue banyak kesempatan untuk betul-betul mempelajari arti power statement di atas.

Selama gue bertumbuh, seringkali gue berantem dengan nyokap yang memang adalah ortu gue satu-satunya. Alhasil kita jadi sering berantem dan most of the time ngeributin hal-hal yang sepele cuma karena kita beda pendapat. Secara nyokap orangnya suka ga mau kalah, gue yang sering ngalah. Supaya konflik ga berlarut-larut dan berpanjang-panjang. Inti pembicaraannya, selalu sama-sama berusaha buktiin bahwa kita yang bener. Gue berusaha buktiin gue yang bener, dan nyokap juga sama. 

Walopun akhirnya gue ngalah, tapi dalam hati gue selalu dengan pemikiran, "okay, whatever. Yang penting gue tahu gue bener." Dan tentunya, gue pun berusaha meminimalisasi keributan dgn sesedikit mungkin menghabiskan waktu berduaan dgn nyokap ataupun melibatkan dia dalam aktivitas-aktivitas gue.

Tapi ga bisa gitu kejadiannya dgn hubungan gue sm calon suami (yg sekarang ud jadi suami). He's 100% involved in everything I do, dan bukannya ga pernah kita beda pendapat ato beda interest.

Tapi there's something different with the way we resolve conflicts. Somehow lebih mudah dan ga pake tarik urat. Ga sama dgn pas gue berantem ama nyokap.

"Ya iyalah, dia kan pacarrr, bedalahh!! Lo kan sayang ama diaa!!"Apa itu berarti gue ga sayang ama nyokap gue? Kayanya ga dehhh... Dan lagi, believe me guys, setelah nikah rasanya elu sama pasangan lu itu seperti sahabat, temen, ato sodara. Biasa ajaaa, ga bergetar-getar gimanaa gitu. Dan banyak juga yang pacaran tapi berantemnya lebih heboh dari gue ama nyokap.

"Ya bedalahh, suami elo kan orangnya stabil, nyokap lo kan dominaan!!"Tapi di sini kejadiannya ga seperti yg elu org bayangkan: gue marah-marah, dia ngalah, gue dapetin apa yg gue mau, dia pasrah. Asli nggak kaya gitu.

Yang gue sadari adalah, ketika gue ribut sama dia, persoalannya BUKAN BENAR ATAU SALAH. Gue ga merasa perlu buktiin gue bener dan dia salah, karena kita dua-duanya bener. Koq bisa dua-duanya bener? Karena kita berdua sama-sama pengen yang terbaik buat kita, atau karena memang we're simply DIFFERENT. Kita punya cara yang berbeda dalam ngelakuin sesuatu atau memandang sesuatu, tapi ga ada yang salah dengan itu. I mean, kita emang beda kebiasaan ato cara naroh sikat gigi, dan sometimes itu jadi ribet, tapi it's not like gue ga mau sikat gigi or dia nyimpen sikat giginya di tempat sampah, yg baru bisa dibilang SALAH.

Yang gue sadarin adalah, I have his best interests at heart, and he does mine, too. Yang artinya, gue PEDULI dan memPRIORITASkan apa yg PENTING buat dia (not necessarily apa yg dia mau), karena gue mau kasi yang terbaik buat dia, karena gue sayang sama dia. Dan bener-bener jadinya ga penting buat gue mempertahankan 'kebenaran' gue, and it's very easy to give them up. Apalagi sampe 'ngambek', 'menyerang' dia dengan mengungkit hal yang lain-lain, or memarahi dia dengan kata-kata kasar, sama sekali ga terpikir di kepala gue. Tapi perlu diketahui juga, gue mengalahnya dengan sikap hati yang emang tulus, bukan seperti ketika gue ama nyokap, atau karena gue takut sama dia.

Jadi, kalo dia ga mo nemenin gue ke mall karena dia mo main basket, yg ga penting buat gue tapi penting buat dia, ga membuat dia jadi salah or jahat. Biasanya kalo kasus kaya gini kita jadinya malah ngalah-ngalahan. Dia rela ga main basket kalo menurut gue penting untuk ditemenin ke mall saat itu, dan gitu jg sebaliknya. Ada banyak hal yg gue belajar untuk 'let go', maksudnya ga semua hal harus sesuai cara dan maunya gue. Hanya hal-hal yang paling esensi aja yang harus bener-bener disepakati dan kita harus satu suara.

What I'm saying is, RESPON itu keluarnya dari HATI. Kalo elu bener-bener mengasihi orang itu dan ga pengen menyakiti dia, pasti ga akan susah untuk berkorban dan berespon benar. Anyway, menikah adalah BUNUH DIRI. Mati thd diri sendiri. If u realize and accept that, somehow it's easier to live with your spouse. Lagian, life's too short untuk dihabiskan dengan berantem kan?

Tapi kalo yang ada di hati lu adalah EGOIS, butuh pengakuan, butuh rasa berkuasa i.e. control freak, bakal susah tuh. Yang ada jadinya SALING MENYAKITI. Baik dengan kata-kata maupun dengan sikap (contoh: dingin/cuek, menghakimi). Dalam segala hal. Sesepele apapun. Imagine doing that and living in that kind of condition everyday for the next 50 years. You'd rather die. :)

So, mulailah dengan gak mengkotak-kotakkan segala sesuatu sebagai 'BENAR' atau 'SALAH'. Lanjutkan dengan HATI yang mengasihi tanpa syarat. Pasti akan tercipta RESPON yang benar.

Note: Walau pencerahan ini berhasil membantu gue untuk lebih positif terhadap nyokap, somehow ga semudah itu karena gue ga MATI buat nyokap (that's the difference between parent and spouse). Tapi gue sekarang menyadari bahwa ga da yang perlu dipertahankan dan ga da yang lebih 'benar'. We're simply different. I hope this knowledge will humble you as it did me.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar